Minggu, 14 September 2014

Semusim, Sewindu, Sebisanya.

Tempat yang baru, suasana baru.
Adaptasi atau tertinggal dibelakang sana.
Siluet masa lalu masih terus menghantui.
Terserah waktu, terserah harus kapan aku lupa.
Lupa dan meninggalkan siluet masa lalu yang pedih atau barang kali lebih menyenangkan dari ini.

Tempat baru, hidup baru, dan perjuangan baru.
Waktu kemudian bertanya, kapan kamu bisa lupa?
Semusim kah?.
Sewindu kah?.
Aku pun menjawab, Sebisanya!!

Untuk apa dilupakan?, nyatanya semua itu sudah dibangun sebisanya dulu.
Untuk apa dilupakan?, bila siluet masa lalu itu masih bisa membuat senyum ku ada.
Tertawa mengingat kekonyolan tingkah ku bersama mu.
Bukakankah itu indah?, lantas untuk apa terburu-buru menghapusnya hanya karena setitik luka?.

Dibangun sebisanya, dan bila harus diruntuhkan pun sebisanya.
Biarkan sisa-sia puing masa lalu itu ada, biarkan berserakan, BIAR!

Di lantai tertinggi, di suasana baru, dan di gelapnya malam.
Biarkan aku meruntuhkannya sebisanya, semampu ku.
Meski siapapun tau, akan sulit menghapus semuanya.
Sulit menghapusnya seperti kartu memory yang rusak entah karena apa.
kembali dan kembali lagi data yang disimpannya, meski telah berulang kali di hapus.

Semusim, Sewindu, Sebisanya, atau tidak sama sekali.
Aku memilih sebisanya.
Dan membiarkan sisanya ada, dan membuatku ingat.
Ingat bila pernah ada manis, meski telah terkontaminasi oleh pahit yang hanya setitik.

ftrrzkm.
di malam yang hening, diatas atap dengan penerangan seadanya.

2 komentar:

  1. awas matanya jadi rusak gara gara penerangan seadanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. eh ada komen gak anon ternyataa~. haha gak ada lampu di genteng kakak.

      Hapus