Rabu, 27 Mei 2015

Untuk Kamu yang Sedang Risau

Halo, apa kabar?
Ku dengar kamu sedang risau ya?

Ada apa gerangan?

Apa yang menggelayuti pikiran mu? Sehingga kamu menjadi murung seperti ini?
Sungguh aku tidak kalah gelisah, memikirkan keadaan kamu yang sedang dilanda kerisauan.

Jangan sampai sakit ya, aku tidak ingin kehilangan tawa mu. Sungguh tawa mu membahagiakan diri ku.

Kamu butuh pundak? Lihat pundak ku kosong, kamu boleh bersandari disini.
Ingat? Pundak ku pundak mu juga.

Aku tau aku memang belum mengenal mu lebih dalam.
Tapi aku berusaha memahami, dan menemani mu ketika kamu risau. Setidaknya aku berharap akan ada rasa lega dalam hela nafas mu, karna beban pikiran yang telah dibagi pada ku.

Mungkin kamu merasa asing dengan ku, mungkin.
Tapi aku tetap ingin berusaha menjadi yang terbaik buat mu, yaa minimal menjadi pendengar yang baik.

Kamu adalah hal terindah buat ku, maka aku tak ingin kamu layu.
Kamu adalah pemacu tawa ku ada, ketika ku sulit untuk sekedar tersenyum.
Maka aku tidak bisa membiarkan sinar dari wajah mu itu redup dan sendu karna tak dapat lagi tertawa.
Sulit memang membuat mu tertawa.
Tidak semudah dan sesederhana kamu mencipta tawa ku.
Tapi usaha ku untuk mu akan tetap ada.

Ya meski kamu yang sedang risau tidak ingin membagi kerisauan mu dengan ku, aku akan tetap ada disini.
Menanti mu, sampai mulut mu terbuka untuk berbagi cerita atau tidak sama sekali.
Aku menanti mu, sampai luka mu sembuh.
Jika boleh, aku ingin menyembuhkan luka mu, dan menghilangkan risau mu.
Adakah kesempatan itu untuk ku?

Jika memang tidak ada, tidak masalah buat ku.
Aku akan tetap mendoakan kebaikan untuk mu.
Dan percayalah, pasti akan ada jalan yang telah disiapkan oleh-Nya untuk kamu, kembali berjalan dengan tegap dan penuh percaya diri, tanpa kerisauan yang terlukis di wajah mu.

"Postingan ini dipersembahkan untuk KOMBUN @BLOGGER_UNJ pada edisi #MEI2015

Jumat, 08 Mei 2015

Di Balik Lensa kamera


Di balik lensa kamera ini, ada aku yang senantiasa mengawasi gerak-gerik mu.
Mengamati setiap inci gerakan yang kamu ciptakan.
Dan lagi-lagi rasa kagum itu kembali membuncah.
Kamu dengan gerakan tenang mu sungguh menghipnotis,
sayang aku hanya dapat mengamati mu dalam diam.
Bukan aku ingin menjadi lelaki pengecut, dengan memendam rasa seperti ini.
Aku hanya tidak ingin merusak ceria itu.
Teman ku selalu menyarankan aku untuk melakukan pendekatan pada mu,
namun tidak semudah itu.
Karna yang tahu soal kamu itu aku,
bukan teman-teman ku.

“udah lama nunggunya?”
“Enggak kok sayang”


Mereka tidak tahu apa-apa, mereka tidak tahu bahwa kamu Sudah milik orang lain.

***

“Apa sih yang kamu suka dari Jakarta, sampe kamu betah banget tinggal di Jakarta yang menurut ku     sumpek begini?”
“Nanti malem ada acara? Aku tunggu kamu di jembatan penyebrangan di depan kampus ya”

Telfon ku matikan, ini untuk kesekian kalinya ia mempertanyakan hal yang sama, dan kali ini aku ingin menunjukan padanya bahwa semua tidak seburuk yang ia pikirkan.

“Jadi ada apa diatas jembatan ini Hanum?”
“Kamu mau tau keindahan tersembunyi dari Jakarta kan? Kalo dilihat pakai mata telanjang mungkin     biasa aja ya, coba kamu lihat potretnya pakai kamera ini”
“Kerlap-kerlip”
“Masih banyak yang indah dari ini percayalah Sarah”

***

Aku tidak menyangka. Belasan tahun aku bersamanya membangun rumah tangga dengan penuh cinta, namun ternyata harus berakhir dengan perceraian, karna sebuah ke salah pahaman.

Pagi ini aku masih berhadapan dengannya di meja makan. Wajahnya masih keras penuh amarah.

“Yakin kamu mau menyudahi ini semua, bagaimana dengan anak-anak?”

Dia diam

“Coba kamu pikirkan lagi, ini bukan masalah sebulan dua bulan”

Aku menyerahkan setumpuk album foto, aku membukakan satu halaman foto saat anak pertama kami lahir.

“Lihat kan? Ini masih bisa diselesaikan dengan baik”

Dia menangis, berdiri dari kursinya menghampiri ku memeluk ku erat.

“Maaf”
“Potret dari lensa kamera menyelamatkan kita”

***

Indonesia itu indah, bahkan tempat sesumpek Jakarta pun akan terlihat indah jika di hayati.

“Libur tahun baru ini mau kemana? Mau ku antar ke suatu tempat kamu bisa menyalurkan hobi foto     mu?”
“Kamu selalu begitu, selalu menemani ku setiap akhir tahun, memang kamu tidak ada acara dengan     anak istri mu?”
“Jawab saja, mau ku temani atau tidak?”
“Kali ini tidak, aku tidak ingin merusak kebahagiaan keluarga kecil mu”
“Sejak kapan kamu menolak karna alasan itu?”
“Sejak aku sadar kita harus berhenti. Belajarlah mencintai keluarga mu Danu”

Danu akhirnya menyerah, kita saling berjarak, dan aku mulai mencipta potret Indonesia tanpanya.