Sabtu, 13 September 2014

Sebuah Senyuman Pertama.

Orang asing yang saling tidak mengenal saja, bisa saling memberi senyum dan saling menyapa.
Lantas kenapa kita tidak?.
Kita sudah bukan orang asing lagi.
Meski memang tidak pernah secara resmi saling menyebutkan nama.
                         
Sebuah kemajuan dimulai.
Kamu tersenyum padaku dengan sahajamu.
Kamu tersenyum padaku dengan cara khasmu, yang aku dan orang lain tak punya.
Sampai-sampai aku lupa memberi respon.

Hari ini, entah benar-benar untukku,  ataukah untuk seseorang lain dibelakangku.
Senyummu ada, mengarah padaku.
Meski akal sehat selalu menanamkan senyum itu bukan untukku.
Tapi aku merasa cukup, melihat lengkungan itu di wajahmu.

Setidaknya senyuman pertamamu dapat kusaksikan, kunikmati, dan kukenang.
Setidaknya aku tidak perlu penasaran lagi memikirkan bagaimana bentuk senyummu.
Setidaknya aku bisa menyimpan senyum itu.
Meski nyatanya tak ada label senyum itu untukku dan akan menjadi milikku.

Senyum mu bagai bulan sabit dilangit malam sana.
Bercahaya, berbahaya, namun menenangkan hati dan berbalik membuatku tersenyum.


Setidaknya tindakan gilaku, sikap anehku dapat membuatmu tersenyum untuk kesekian kalinya lagi.

4 komentar:

  1. Yoi...gue setuju banget nih sama tulisan yang ini. Tentang senyuman.

    Senyuman emang bikin kita bingung. Gue juga ga tau kenapa? Tapi ya senyumin aja lagi.
    Dari senyuman yang ikhlas ga akan bisa dilupain. Setuju ga?
    Gue pernah ngalamin kaya cerita ditulisan lu fit. Ya beda dikit lah.
    Pada intinya, setiap gue memejamkan mata gue selalu inget tutur sapanya dan senyumannya dia.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya din, emang enggak bisa dilupain haha. berarti berkesan banget dong ya, senyum dan sapaannya dia buat lo? . btw thanks udah mampir, jangan kapok main ke lapak blog gue haha. gue ngakak sumpah :D

      Hapus
  2. Fit klo gue punya blog, lu juga baca tulisan gue ya and komen..

    BalasHapus