Jumat, 15 Januari 2016

Cerita Secangkir Kopi

Kamu tahu?
Meski pun sudah sering merasa sakit karenanya
aku tetap menyukainya, tetap menikmati sore hariku bersamanya.
Ya dia yang selalu membuat perutku sakit melilit

terkadang mual, dan mulas, atau kembung.

Ya, kamu benar tentangnya.
Dia adalah secangkir kopi yang sudah diracik oleh tangan pabrik
yang untuk menghidangkannya tak perlu waktu lama
harum, dengan kombinasi pahit-manis yang menyenangkan juga menyegarkan.

Mungkin, tidak bisa lebih dari dua gelas dalam seminggu
mungkin juga bisa lebih dari itu
entahlah, semuanya hanya terkaan semata.
Terkaan berdasar pengalaman selama ini
setiap cangkir ketiga selesai
sakit itu selalu datang
tentu tanpa kenal apa yang akan, atau yang sedang kukerjakan.

Ingatanku kembali mejamah memori masalalu tentang kopi dalam cangkir.

Cerita Pertama
Kelas Satu SMA

     Saat itu ujian tengah semester tengah berlangsung, aku yang esok harinya akan menghadapi matematika merasa butuh kopi. Itu bukanlah cangkir pertamaku dalam pekan ujian tersebut, melainkan cangkir ketiga di hari ketiga. Aku meneguknya di sore hari, tanpa berpikir apa yang sebelumnya kumasukan untuk mengisi perut. Alhasil? Malam harinya aku mual, dan muntah, sama sekali tidak ada konsentrasi dalam kepalaku untuk mengulik matematika. Keesokan harinya aku lemas dan sempurna sakit dalam menghadapi ujian.

Cerita Kedua
Kuliah Semester Tiga (1)

     Tidak ada ujian yang akan dihadapi seperti sebelumnya, hanya tugas-tugas ringan. Berawal dari kakakku yang menawarkan untuk membuat secangkir kopi, aku tidak langsung mengiyakan tawarannya, dan akhirnya ku iyakan juga tawarannya. Ketika itu bukan secangkir kopi untuk menemani santai di sore hari, melainkan secangkir kopi yang kuharapkan dapat menghangatkan malamku. Ketika kopi itu sedang diseduh dengan sederhana, saat itu juga aku diserang kantuk, kemudia kurebahkan tubuhku sejenak diatas kasur, namun ternyata bunga tidur mendatangiku dengan cepat, aku pun terlelap sementara secangkir kopi sudah mengepul asapnya diatas meja. Aku pun terbangun dan teringan akan secangkir kopi itu, kopi yang sudah tidak lagi hangat. Setelah menghabiskannya, ternyata kantukku masih ada, lalu aku terlela lagi. Kopi yang belum sepenuhnya selesai diproses oleh lambung, kubawanya bersama tidurku. Kemudian apa yang terjadi? Keesokan harinya sempurna aku mulas, dan muntah.

Cerita Ketiga
Kuliah Semester Tiga (2)

     Berbeda dengan kejadian sebelumnya, kejadian ini terjadi saat aku berada jauh dari rumah. Saat itu aku sedang dikejar banyak deadline tugas kuliah, tentunya ketika aku menjalani aktivitas perkuliahan aku akan berada di kostku. Ketika aku berada di kost, aku tidak dapat membuat secangkir kopi, karena tidak ada kompor dan stok kopi. Karena aku yang dikejar deadline, malam itu aku ingin bergadang untuk menyelesaikan semuanya. Aku yang merasa tidak dapat membuka mataku sampai tiba dini hari, merasa butuh kopi untuk menemani, akhirnya kubeli kopi kemasan siap minum di warung. Sampai di kost, sebelum aku membuka tugas-tugaku, kubuka terlebih dahulu kopi kemasan tersebut, kuminum dan aku tidak menyukai rasanya yang dominan susu. Terpaksa kuhabiskan, namun kantuk tetap saja datang, akhirnya aku ketiduran dengan kopi aneh yang belum benar-benar dicerna oleh lambungku. Keesokan harinya, seperti yang sudah-sudah perutku mual ditambah melilit kali ini, namun tanpa ada cairan yang keluar dari mulutku (muntah).

Cerita Keempat
Semasa Menjadi MABA (Mahasiswa Baru)

     Sedikit berjalan mundur, kuceritakan semangatku semasa menjadi mahasiswa baru. Tugas untuk memenuhi syarat OSPEK, atau yang kampusku sebut MPA (Masa Pengenalan Akademik) begitu banyak diberikan. Salah satu yang paling sulit adalah membuat esai, mengapa kukatakan sulit? Karena saat itu pelangi inspirasi sedang menjauh dari kepalaku. Salah satu usaha yang kulakukan untuk mengembalikan pelangi inspirasi itu adalah, membuat secangkir kopi untuk menemani. Sebelum kubuat secangkir kopi itu, aku membuat sebuah kicauan di twitter yang berkaitan dengan kopi dan esai yang akan kubuat. Selesainya aku membuat kopi tersebut, dia yang baru kukenal lewat media sosial yang sama, merespon kicauanku, dan akhirnya kita saling berbalas kicauan dengan topik kopi. Sejak saat itu kami semakin dekat, kurasa.

Cerita Kelima
Kuliah Semester Satu

     Sore hari itu aku bertemu dengannya, sore hari yang teduh dan menyenangkan. Dia yang aku maksudkan disini masih sama dengan dia yang ada di cerita sebelumnya. Sore hari yang teduh dan menyenangkan itu membawa kami menuju sebuah kantin yang siang harinya sudah kukunjungi terlebih dahulu bersama teman-temanku. Aku mengenalkan kantin itu padanya, untuk memenuhi rasa laparnya. Semua berawal dari rasa penasaran kami atas perbedaan darii dua macam minuman kopi yang tercantum dalam menunya, capucino dan moccacino. Akhirnya aku memesan capucino, dan dia memesan moccacino. Meski kami sudah memesan kopi yang berbeda, tetap saja kami tidak dapat membedakan kedua jenis kopi tersebut, meskipun begitu sore yang teduh itu tetap berakhir dengan menyenangkan dan ditutup dengan tawa kami berdua. Dan sejak saat itu kami semakin dekat saja, kurasa.

Selalu begitu.
Dengannya kopi mungkin menjadi tidak masalah bagiku.
Tidak ada efek yang terasa ketika aku menikmati kopi bersamanya, ataupun bersama perbincangan kami melalui dunia maya sekalipun.

Siapa yang ajaib?
Sepertinya dia
dia yang memiliki julukan untukku

"The Coffee Lady"

Apa pun efek yang diberikan cairan kecoklatan, hitam, atau putih bernama kopi itu
aku akan tetap menikmatinya.
Bersamanya disampingku, atau saat duduk sendirian sekali pun menunggu jawabannya atas pesanku.

Kopiku
Kamu
Sejuta cerita

Ftrrzkm.

Cangkir pertama minggu ini
Cangkir kedua minggu ini

Kamis, 07 Januari 2016

Hujan Turun Lagi


Setelah sekian lama tanahku mengering.
Karena air dari langit enggan menetes sedikitpun.
Semua bersedih karena kering yang telalu lama.
Semua berdoa, semoga awan-awan cepat menangis.

Malam ini, doa sampai pada pengabulan.
Langit mendung, Hujan turun, dan basahlah semua.
Meski hujan hanya rintik-rintik semata.
Setidaknya kemarau mulai beranjak pergi.

Hujan turun lagi.
Dan mataku tidak lagi musim kemarau.
Karena hujan sudah datang membasahi pipi.
kini, saatnya berharap hujan pergi, lalu datang pelangi.

Hujan datang lagi.
Dan tanaman kering bahagia menyambut tiap tetesnya.
Tanahku sudah basah lagi.
Dan langit bisa dihiasi pelangi.
Tentu senyumku sudah kembali
karena kemarau dan hujan sudah berlalu dari mataku.

Hujan di penghujung tahun kembali.
Membawa kabar bahagia tentang kita.
Semoga.

ftrrzkm.