Minggu, 27 Desember 2015

Nada-nada Magis

Kalimat manis
penuh rayuan dan magis
Berisi kebahagiaan atau kesedihan
Diiringi nada-nada indah
Penuh cinta dan bunga
Atau
Luka dan air mata

Menikmati bersamanya
Atau
Menikmati bersama air mata
Pilih saja yang kau suka

Di tengah keramaian
Atau dalam sunyinya rongga kepala
Ujung ruang penuh keheningan

Boleh menari dalam iringannya
Atau menari dalam peluknya
Sekalipun tidak, bukanlah masalah

Bergumam, atau dengan suara lantang menarik perhatian
Sekalipun tidak merdu
Bukan sesuatu yang diharamkan
Hanya sedikit mengganggu

Begitu ceritanya
Begitu terciptanya, Puisi
Yang entah, dapat disebut puisi atau tidak
Terserah padamu
Diiringi lagu penuh kesedihan dan kebagiaan yang disimpan
Disimpan menjadi sumber inspirasi

Tentang nada-nada penuh makna
Tentang sebuah tarian indah
Tentang lirihnya sebuah gumaman
Dan tentang tidak merdunya suara lantang
Dalam peluknya, atau peluk sendiri
Dalam keramaian, atau keheningan kepalamu

Sekali lagi begitulah  puisi ini tercipta.
Bersama lagu-lagu dalam kepala
yang mengiringi, dan diulang berkali-kali

ftrrzkm
bersama dengan lagu favorit
puisi ini tercipta

Selasa, 01 Desember 2015

Tiga Dalam Satu?

Mungkin ada dua, atau tiga sosok dalam tubuhku.
Mungkin terdengar aneh.
Atau mungkin menyeramkan.
Namun, itu yang terasa.
Detik pertama aku bisa marah sekeras-kerasnya.
Tak lama, aku bisa menangis sejadi-jadinya.

Kemudian, tertawa sekencang-kencangnya.

Ya.
Aneh!

Sekejap menjadi anak kecil penuh dengan rengekan
Sekejap menjadi wanita penuh dengan khayalan dikepalanya
Sekejap kemudian menjadi pria yang sungguh dewasa dan realistis

Aku mungkin gila
Mungkin juga tidak

Aku mungkin hina
Mungkin juga tidak

Aku mungkin sendirian
Mungkin juga tidak

Dan

Mungkin aku kesepian
Mungkin juga itu benar

Anak kecil dalam tubuhku sering tertidur
Namun sewaktu-waktu akan terbangun juga
Dia lebih manja dari anak sematawayang kesayangan ibu
Atau anak bungsu kesayangan ayah
Dia suka sekali sesuatu yang manis, lebih dari permen sekalipun
Dia terkadang menangis tanpa sebab
Merengek dan merajuk

Kemudian
Kembali tertidur
Polos
Dan penuh dengan ketenangan
Anak kecil dalam tubuhku
Sedang terbangun, dan meminta untuk segera di nina bobokan kembali.

Sewaktu-waktu wanita penuh khayalan itu menyambangi diri.
Dia penuh dengan hal manis, sesuatu yang anaak kecil dalam tubuh sukai.
Dia penuh dengan haaraapan-harapan indah dalam benaknya.
Dan dia sering kecewa karena perbuatannya sendiri.

Mudah rapuh
Dan, mudah terluka
Mungkin juga sulit menerima kenyataan

Wanita penuh khayal  di kepalanya, dalam tubuhku
Sedang menyambangi, dan minta untuk ditemani
Agar kesepian tidak merusak khayalan dalam kepalanya

Yang paling langka
Pria dengan kedewasaan dan pikiran realistisnya
Ia dikunci
Ia dikurung
Dan
Ia dipasung

Jarang sekali menampakan diri
Sesekali mungkin tampak
Namun diri dikuasai wanita dengan khayal dikepalanya

Ia sangat bijak, dan penuh dengan kesabaran
Ia begitu tenang mengambil keputusan

Pria dengan kedewasaan dan pikiran realistisnya dalam tubuhku
Sedang berharap untuk dibangkitkan kembali
Sedang berharap lepas dari kurungan yang dikunci dan pasung yang membelenggu diri.

Ya
Terdengar gila dan aneh
Mungkin menyeramkan

Namun
Begitu adanya
Tiga dalam satu
satu yang memperjuangkan diri untuk lebih normal.

Sabtu, 28 November 2015

Menghayati Alam dengan Sederhana

Aku ingin menghayati alam dengan sederhana dan dengan seksama.
Memperhatikan tanpa cela, memuji tanpa hina.
Mensyukuri tentu tiada habisnya, ciptaan-Nya yang sempurna.
Meski compang camping pada alam ada dimana-mana.
Compang camping yang dicipta tangan jahil manusia.

Sesederhana bahagia, sesederhana berjalan pagi menghirup udara segar.
Sesederhana itu pula Tuhan mencipta alam dengan sempurna.
Dan manusia seharusnya dapat menjaganya tanpa keluh.
Aku ingin senantiasa menghayati alam, dimana pun itu, sesederhana apapun itu.

Aku ingin menghayati alam bersamamu, mungkin akan terasa lebih menyenangkan.
Sekedar berjalan, atau berlari dalam senja, dan penghayatan akan alam yang dalam.
Menghayati alam sambil sesekali menoleh kearahmu.
Menghayati alam dan menghayati pesona indah wajahmu.
Menghayati hingga mata hari terbenam, dan gelap mengakhiri tatapanku padamu.

Sesederhana itu saja.
Menghayati alam dengan rasa syukur yang teramat dalam.
Menghayati alam bersamamu disampingku.
Menghayati alam sesederhana aku mencintaimu.
Menhayati alam dan wajahmu, sampai matahari terbenam dihadapanmu.

Jalan Pulang dan Sedikit Waktu untuk Berpikir.

Kalah adalah hal biasa, bukan sesuatu yang harus disesali.
Kesekian kalinya mengikuti lomba dan belum berhasil menyandang gelar juara, merupakan sebuah tanda aku harus lebih giat lagi. Tapi point utama disini bukan untuk mencurahkan isi hati tentang sebuah kekalahan dalam lomba, bukan. Tapi aku seperti biasa ingin mempublikasikan karyaku yang belum berhasil membawa namaku menjadi juara. Karena buatku "dari pada berdebu menjadi arsip saja di laptopku". Langsung saja.....

***


Jalan Pulang dan Sedikit Waktu untuk Berpikir

Aku sangat menikmati setiap jengkal jalan yang kulalui pulang malam ini.
Meski melelahkan, namun terasa melegakan rongga hati.
Terasa menyejukan pikiran, dan menyegarkan akal.
Meski gambaranmu masih tercetak jelas dalam ingatanku.

Kiranya proses untuk benar-benar melepaskan diri akan terasa sulit.
Seperti jeratan benalu pada serat daun.
Sederhana, namun begitu erat dan  mengganggu.
Berulang kali dilepaskan namun berulang kali tumbuh lagi, bahkan lebih lebat dan erat lagi.

Jalan pulang yang senantiasa memberi waktu untuk berpikir.
Jalan pulang yang senantiasa memberi jarak, untuk menyiapkan ketenangan hati.
Jalan pulang yang selalu aku rindukan.
Ini jalan pulang menuju rumah sungguhanku.
Lantas dimanakah jalan pulang menuju rumah hatimu?
Kerlap-kerlip dan silaunya lampu, menambah syahdu perjalanan pulang penuh rindu.

Jalanan rutin yang kulalui, belum mampu melepas jeratmu pada hatiku.
Jalanan rutin yang kulalui, masih terasa kurang dalam memberi waktu untuk pikiranku.
Jalanan rutin yang kulalui, tak bisakah memberiku jawaban?
Jawaban akan perjalanan menuju rumah hati mu, yang harus kuteruskan, atau kutinggalkan.

Jalan pulang yang terasa kurang panjang ini.
Setidaknya dapat memberi sedikit waktu untuk berpikir.
Dan dapat sedikit mencipta ketenangan hati, dan kebebasan pikiran.

Jumat, 30 Oktober 2015

Tergenapi (Baris Waktu 3)

29 Oktober 2014

Ini tentang sebuah hubungan timbal balik, yang mau tak mau harus tercipta namun tanpa paksaan.
Terjadi secara alami dan begitu saja.
Disertai alasan atau tidak sama sekali.
Bahagia dan kecewa ada didalamnya.
Menyusuri setiap inci ceritanya.

Atau diam-diam menyelinap dalam khayal.
Khayalan yang resikonya akan menyakiti atau sebaliknya.

Tidak semua jalan yang dipilih akan berujung pada bahagia.
Namun tidak selalu pula berujung pada duka.
Jika menyusurinya tanpa luka yang menohok hati.
Akan kubiarkan semua berlalu seiring berjalannya waktu.
Tidak akan aku persulit dan tidak akan kuberbalik.

Namun jika kenyataannya baru selangkah maju saja aku sudah terluka, apa perlu kuteruskan?.
Bila kenyataannya di ujung jalan sana sudah terlihat duka, apa tidak boleh aku berbalik dan mencari jalan lain?.
Jalan lain dalam labirin yang memang benar.
Jalan lain dalam labirin yang tidak akan mencipta luka.
Segalanya membuat langkah terhenti pada persimpangan jalan dengan segala kemungkinan yang ada.

Segalanya sudah terpampang jelas.
Bahkan sejak awal.
Karena aku ingin, terluka sekalipun kubiarkan.
Mungkin buta, atau mati rasa terhadap luka-luka itu.

Namun kini aku sadar.
Sadar bahwa tidak perlu lagi kuteruskan jalan penuh luka ini.
Dan aku sadar bahwa memang ini bukan jalanku, aku harus segera berbalik.
Berbalik dan berharap luka ini senantiasa pulih, seiring berjalannya waktu.
Waktu yang kuperlukan untuk berbalik arah, dan  waktu yang kugunakan untuk melupakan kisah duka.
Semoga memang ini pilihan yang terbaik untukku yang hanya berdiri dengan sebelah hati.


29 Oktober 2015

Setahun lalu, aku menuliskan kisah duka itu.
Setahun lalu, aku berdiri dengan sebelah hati.
Setahun lalu, aku masih ganjil dan belum tergenapi.
Ya setahun berlalu, dan semua cerita kini telah berubah.

Keinginanku untuk berbalik setahun yang lalu, ternyata terhambat.
Aku tidak berhasil berbalik dan melupakan segala kemustahilan itu
Entah, seperti terbawa angin aku terus melangkah kedepan tanpa menyerah dan lelah.
Menghadapi segala kesakitan yang kutahu akan aku dapatkan jika terus melanjutkan jalan.
Seperti melawan arah ya?

Kini setahun sudah, dan aku tergenapi.
Sudah tidak lagi berdiri dengan sebelah hati.
Luka-luka yang ku dapatkan untuk sampai sejauh ini sudah terobati segalanya.
Aku telah berdamai dengan masalalu.
Aku merasa utuh dan bahagia saat ini.

Menyusuri jalan kini tak seorang diri.
Aku ditemani, oleh kamu.

Kamu yang setahun lalu adalah kemustahilan yang aku harapkan.
Dan kini, kamu adalah kemustahilan yang menjadi nyata.

Ftrrzkm


Minggu, 11 Oktober 2015

Perihal Kamu yang Tetap Asing

Perlahan aku berjalan menjauhi sesuatu, yang entah masih ada atau sudah tidak ada lagi.
Hari-hariku pun sudah kulalui dengan santai tanpa sosok yang satu itu.

Sampai suatu hari, karena satu dan lain hal, aku harus kembali.
Dengan ragu mengunjungi kembali tempat lama itu.
Sedikit berharap mendapatkan sesuatu yang berbeda.
Sedikit senyum atau, sedikit tanya tentang kabar.
Yaa seperti biasa, aku mengharapkan sesuatu yang kemungkinannya jauh dari berhasil.

Bukan itu intinya.

Aku kembali, dan terkuak kembali ingatanku tentang masa itu.
Sedikit menyebalkan, karena selangkah saja aku kembali maka rusaklah segalanya.
Terbuka kembali memori yang telah terkubur itu.
Arsip-arsip tentang segalanya yang telah kusimpan rapat-rapat terbongkar lagi.

Kenapa begini?

Bukankah sudah tidak sama lagi?, segala hal yang kurasa kini?
Bukankah sudah ada sosok yang menggantikan bayangnya yang kelabu itu?
Atau aku belum benar-benar berhasil menghapusnya dari hidupku?

Banyak pertanyaan yang entah ada atau tidak jawabannya.

Kamu datang lagi, menguak segala kenangan yang kumiliki sendiri tentang kita.
Kenangan yang mungkin tidak pernah kamu anggap ada.
Kenangan yang mungkin tidak pernah kamu sebut sebagai kenangan.

Aku memutuskan kembali, menjauh dari tempat itu.          
Menutup rapat-rapat hidupku akan kenangan milik sendiri.
Mengubur kembali harap yang sedikit terbongkar lagi.
Menata benteng pertahanan kembali.
Berharap, dapat benar-benar lupa ingatan akan sosokmu.
Sosokmu yang seperti hanya sebuah banyangan.


Salahku kembali tenggelam dalam masa yang telah terlewatkan ituSalahku melibatkan kenangan dalam perjumpaan pertama kita setelah sekian lama itu.

Aku kembali dalam hidupku.
Kamu kembali dalam hidupmu.
Beruntung, kita terbelah oleh jarak yang cukup menjauhkan aku darimu.
Beruntung.

Dan takkan kukenang lagi masa itu, sekalipun aku kembali ke tempat dimana kita pernah bersama.
Semoga kamu baik di sana, dan aku pun baik di sini.

Terimakasih telah menjadikanku bayangan dipertemuan singkat kita lagi.
Tak ada senyum.
Tak ada tanya akan kabar.
Kita berjarak, dan menjadi asing.

Januari 2015
ftrrzkm

Jumat, 25 September 2015

Hati vs Logika

Logika mengatakan bahwa untuk saat ini cinta tak berpihak padaku.
Hati terus saja memaksakan keberpihakan itu.
Terlalu drama, layaknya kisah-kisah di atas panggung.
Aku bukan Cinderela, atau Snow White yang cerita cinta nya selalu berakhir bahagia.

Hati vs Logika?, mana yang akan di tuju?.
Logika yang menyakitkan namun sesuai fakta?.
Atau hati  yang memaksakan kata ‘iya’, namun kenyataannya ‘tidak’.
Pilihan ada di genggaman tanganmu, mengikuti kata hati atau logika berbicara.

Hati vs Logika.
Ikut kata hati, bersiap terluka.
Atau ikut logika berbicara, seperti para pria yang jarang menggunakan perasaan.
Lebih kuat, lebih nyata sesuai dengan fakta.

Hati vs Logika.
Jalani atau tinggalkan.
Berhenti atau terus berlari.
Mencoba atau tidak sama sekali.


Ftrrzkm
28 oktober 2014
7:42pm

Jumat, 28 Agustus 2015

Wanita Paling Bahagia

           Tulisan ini bercerita tentang seorang wanita biasa saja, yang tidak sempurna, dan masih memiliki banyak kekurangan.

Ia selalu bahagia, ia periang, ia selalu tersenyum, ia tidak mudah marah, dan ia tidak menyimpan dendam dalam dirinya. Sekiranya itu yang aku lihat dari dirinya.

Suatu hari kutemukan ia sedang duduk sendirian dibawah pohon yang mengugurkan daunnya. Ia duduk sendirian, tanpa buku, tanpa handphone, tanpa makanan, dan tanpa seseorang yang menemani.

Aku mendekatinya, dan bertanya apa yang sedang dia lakukan.

Dia menjawab “Aku sedang berpikir, berpikir tentang hidup yang ku punya”

Aku diam, memberinya jeda untuk melanjutkan ceritanya.

“Kamu tahu? Mungkin akan terlihat sangat sombong, jika kukatakan aku adalah wanita paling bahagia di dunia ini. Nyatanya memang bukan aku yang paling bahagia, aku hanya mencoba berbahagia atas apa yang aku punya. Orang tua, adik, dan kakakku, teman-teman, sahabat, kekasih, ya kekasih yang mudah-mudahan ia yang akan menjadi suamiku kelak” mukanya tersipu saat menekankan kata kekasih, “lihat, bukankah tidak ada alasan bagiku untuk merasa menjadi wanita paling nelangsa?” tambahnya.

“Kamu pernah merasa tersakiti oleh seseorang? Atau kamu pernah merasa sedih?” tanyaku

“Tentu saja. Aku masih manusia bukan? ya tapi aku tidak akan membiarkan sedihku itu merusak bahagiaku. Jika aku pernah bahagia dengan seseorang, maka aku akan selalu bahagia bersamanya. Atau setidaknya jika ia pergi, aku akan ingat, bahwa aku pernah bahagia bersamanya. Maka jika ia melukai hatiku, aku percaya, ia tidak pernah benar-benar sengaja membuatku terluka”

“Kamu terlalu baik”

“Bukan, aku hanya ingin menjadi wanita yang paling bahagia, dalam sedihku sekalipun. Yaa meski saat ini aku masih belum pandai dalam menata suasana hatiku. Tapi sungguh, aku akan selalu merasa bahagia denganmu. Dengan atau tanpa usahamu membuatku bahagia sayang. Aku pun sedang berusaha, membuatmu merasa menjadi pria yang paling bahagia. Percayalah, saat ini atau nanti”

Ya dialah wanitaku, yang selalu merasa menjadi wanita paling bahagia, dengan apa yang sudah ia punya. Semoga akupun akan menjadi pria paling bahagia bersamanya.

Rabu, 12 Agustus 2015

Menjadi Malam

Menjadi malam
Satu jam
  
Dua jam

Tiga jam

Berlalu begitu saja, tanpa kau sadari.

Malammu kian hitam, malammu kian pekat, dinginnya mulai mengikat.

Menjadi malam
Caraku untuk melindungimu.
Dengan diam, dengan hening, dan beningnya cahaya bintang.
Jinjit kaki mengantarkanku pada lelapmu.
Menyelimuti sebagian atau seluruh tubuhmu, dengan selimut yang gemar menghangatkan.


Menjadi malam
Menatapmu sepuas-puasnya, sampai pagi menjelang.

Menjadi malam
Menghujanimu dengan peluk hangat, sejadi-jadinya.

Menjadi malam
Melindungimu dari siksa mimpi penuh kejahatan.

Menjadi malam untukmu.
Sampai,  menjadi pagi datang memanggil namaku.

Aku yang selalu akan menjadi malammu, pagimu, siangmu, soremu, dan malammu lagi.

Berdua Bersama Hening

Aku tidak bisa melukis, atau menulis.
Untuk sekedar bercerita saja, lidahku terbata-bata membentuk kata.
Aku menangis, di ujung ruang hampa penuh luka.
Aku tidak melihat cahaya sedikit pun, bahkan dari celah jendela rapuh tanpa ampun.


Aku ingin menari, namun tubuhku lebih kaku dari sekedar kerah baju baru.
Aku ingin berlari, namun kaki seakan beku, tak bisa untuk berdiri sekalipun, kaku.
Aku diam, termenung, mencoba berpikir namun tak dapat berpikir.

Seseorang mengajakku bicara, aku hanya diam.
Seseorang mengajakku becanda, aku tidak tertawa.
Bahagiaku seakan lenyap.
Tidak dapat ku jelaskan mengapa ini terjadi.

Hujan di balik jendela.
Menyisakan embun dingin di kaca jendela.
Aku tertawa.                  
Dinginnya seakan mengolok-olok ku.
Dan aku tertawa.
Menertawai kesalahan dan kebodohan yang telah ku cipta sendiri.

Dan kini, ku ditinggalkan sendiri.
Ralat, aku berdua bersama hening.
Tanpa kata, tanpa cerita, tanpa warna dan gambar, tanpa tulisan, tanpa tawa, dan tanpa mu.

Ftrrzkm~
Fiksi ditinggal sendiri.
Kaku mencipta rangkai kata.

Kamis, 23 Juli 2015

Gadis Kesepian

“Aku tidak pernah merasa sesedih ini” katanya, “sedih tanpa alasan, lebih terasa menyesakan dibandingkan dengan sedih yang disertai berjuta alasan. Aku menangis setiap hari, tanpa tahu apa yang sebenarnya ku tangisi” tambahnya lagi.

Aku masih setia mendengarkan keluh kesah mengenai kesedihan tanpa sebabnya. Aku hanya diam, karna aku tidak benar-benar tahu apa yang sebenarnya ia rasakan.

"Aku memeluk diriku sendiri, setiap hari" katanya

“Kenapa?” kali ini aku bersuara

“Karena tidak ada yang mengerti, mungkin karna aku yang menyulitkan orang lain untuk mengerti diriku”

Aku merentangkan kedua tanganku, berusaha merengkuhnya. Setidaknya meskipun aku tidak benar-benar mengerti kondisinya saat ini, aku bisa menambah jumlah pelukan yang ia terima, memberikan ketenangan bahwa ia tidak sendiri, dan tidak perlu sampai memeluk dirinya sendiri jika butuh sebuah pelukan, karena aku ada.

“Kamu masih ingin menangis?” tanyaku, “menangislah sampai lelah dalam pelukku ini. Semoga dengan cara ini besok dan selanjutnya tidak ada lagi tangisan tanpa sebabmu. Jangan pernah merasa menjadi orang yang paling nelangsa dalam hidup”

Menangislah ia sejadi-jadinya. Dalam pelukku, aku berusaha memeluknya dengan kedua tanganku yang sebenarnya tidak benar-benar ada. Dan berusaha menenangkannya dengan nasihatku, yang sebenarnya ia tidak benar-benar bisa mendengar suaraku. Karena aku benda mati.

Karena aku.
Guling di kamarnya.

Sabtu, 04 Juli 2015

Sebuah Surat Tanpa Alamat Penerima

Halo aku datang bersama surat ini sebagai seorang yang bahkan tidak luput dari dosa. Seseorang yang tentunya tidak suci seperti bayi yang masih seperti kertas putih tanpa dosa. Seseorang yang masih gamang akankah aku masuk dalam surga-Nya?, namun aku tidak pernah berhenti berharap dan terus berusaha untuk meraih surga-Nya, lagi-lagi ku katakan aku bukan orang yang bersih tanpa dosa.

Aku menulis ini dalam keadaan sangat tenang, tidak pernah sekalipun ku khususkan tulisan ini untuk seseorang atau siapapun, tidak pernah. Aku hanya menyalurkan apa yang aku pikirkan. Jika terjadi kesalahan, ku harap dapat di maklumi atau di koreksi, karna lagi-lagi aku bukan makhluk paling sempurna, aku hanya manusia yang tidak luput dari dosa.

Aku menuliskan ini dalam keadaan tidak sabar, khawatir semua yang ada di kepala ku lari entah kemana. Sampai-sampai aku tidak sabar menanti loading yang dilakukan dalam memproses hidupnya laptop ku.

Ini tentang kita, manusia yang semuanya tidak ada yang sempurna. Terus-terusan berusaha meraih Ridho-Nya, meraih ampunannya, atas dosa-dosa yang diperbuat. Tidak ada manusia yang bersih tanpa dosa, ada saja kesalahan-kesalahan yang dilakukannya. Baik kesalahan yang dilakukannya dalam hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, atau pun manusia dengan dirinya sendiri.

Yang membuatnya berbeda adalah, pilihan hidup yang diambil. Apakah ia akan terus berada di satu titik yang sama? Atau ia akan berjalan, berproses membentuk garis mencoba memperbaiki diri?. Tidak apa perubahan diri itu berjalan tidak cepat, karna semuanya pun membutuhkan proses. Mie instan saja yang disebut “instan” masih membutuhkan proses ya kan?

Aku percaya Allah maha pemaaf, Allah memaafkan umatnya yang ingin berubah dan bertaubat atas dosa-dosanya. Lantas mengapa kita umatnya yang bukan apa-apa ini sering kali enggan memaafkan sesama atas apa yang kesalahan yang diperbuatnya.

Mungkin kesalahan yang teramat sangat yang membuat mu, aku, atau kita menjadi enggan memaafkan, menjadi sangat marah, atau bahkan sampai membenci. Lantas dengan alasan itukah kita boleh mencacinya atas kesalahan yang diperbuat?, sungguh hal itu sesungguhnya tidak pantas. Terselip sebuah pertanyaan, dibayar berapakah kamu untuk membenci orang lain? Apakah hasil yang kamu dapatkan dari membenci orang lain? Memaki orang lain?, hanya akan mengotori hati lebih dalam lagi.

Aku menulis ini agar dapat mengingatkan ku, bahwa sesungguhnya manusia bukan apa-apa untuk tidak memaafkan orang lain.

Mungkin tidak saat ini kamu, aku, atau kita memaafkan kesalahan orang yang telah menyakiti kita. Mungkin nanti, mungkin butuh waktu yang lama. Menurutku cepat atau lambatnya kita memaafkan kesalahan orang lain tergantung bagaimana kita bisa memberi ruang dalam hati, sedikit celah dalam hati saja untuk ikhlas. Untuk merelakan.

Satu kutipan dari buku kesukaan ku Rectoverso yang dapat melapangkan hati disaat tersakiti, “Tenerima, menyangkal, dan menolak cuma bikin lelah”, ya menyimpan bongkahan kebencian hanya akan membuat hati lelah, dan langkah menjadi terasa berat.

Ku sudahi saja semua ini, semoga dapat berkenan di hati para pembaca secarik surat elektronik atau apalah namanya. Manusi tidak pernah lepas dari dosa, yang membedakan hanya membiarkan dosa itu berlarut atau bangkit untuk memperbaiki segalanya.

Dengan penuh ketengangan.
Ftrrzkm-

Kamis, 02 Juli 2015

Binel Kucing Tiga Warna Dalam keluarga

Mungkin ini akan menjadi seperti sebuah tugas Bahasa Indonesia anak sekolah, mendeskripsikan sesuatu.

Aku punya sesuatu yang sangat lucu, sesuatu yang sangat sering membuat ku rindu, sesuatu yang sangat cantik, dan mampu menghadirkan sebuah senyuman saat diri sedang dilanda kesusahan, ya sebut saja pelipur lara.

Sesuatu itu adalah seekor kucing, kehadirannya yang lama telah didambakan, kucing ku yang diberi nama Binel. Mungkin kedengarannya aneh, tidak seperti nama-nama kucing lain yang banyak digunakan, misalnya “Kitty, Pussy, empus, meong, dll” ya Binel.

Kucing dengan bulu yang dominan berwarna putih, dengan corak hitam, abu, belang, dan coklat. Kucing tiga warna ku, kucing gendut ku yang memiliki bulu tebal dan panjang, imut seperti boneka.

Tingkahnya yang menyebalkan namun mampu mengukir senyuman, lucu, aneh, gilak, tidak wajar, tidak sopan, berisiknya, dan masih banyak lagi. Kamu belum bisa percaya Binel sangat menggemaskan sampai kamu bertemu dengannya.

Binel takut dengan beberapa orang asing, Binel kucing yang mudah terkejut (misalnya saja saat mendengar bunyi petasan), Binel kucing yang sangat suka berburu cicak, Binel kucing yang akan memaksa masuk kerumah sampai “istilahnya gedor-gedor pintu rumah (versi kucing)”, Binel yang suka meminta jajanan manusia *yang mana tidak bisa ku sebut namanya, nanti terkesan promosi*, Binel yang suka menjilat kaki atau tangan ku atau seseorang yang menyentuhnya, ya masih banyak lagi kelakuan Binel si kucing gendut ku.

Saat jarak membuat ku tidak bisa bertemu binel (baca: tertahan oleh kuliah di kosan) dan jarak membuat rindu ku pada Binel tercipta, aku hanya dapat melihat foto-foto lucunya di handphone, dan mendengar rekaman suaranya di handphone ku. Aku belum pernah sebegitu hebatnya menyayangi binatang peliharaan ku, sampai-sampai merindukannya seperti ini, biasanya aku cepat bosan.

Mungkin aku terlihat ‘aneh’ degan menuliskan tentang Binel sampai sebegininya, teman ku saja prihatin. Tapi sungguh, kucing, Binel aku sangat jatuh hati padanya.

Binel kucing gendut tiga warna ku.

ftrrzkm~

Binel Kecil

Binel dan Buku Kuliah ku







#Saat ini Binel sudah lebih besar dari foto-foto di atas.

Rabu, 27 Mei 2015

Untuk Kamu yang Sedang Risau

Halo, apa kabar?
Ku dengar kamu sedang risau ya?

Ada apa gerangan?

Apa yang menggelayuti pikiran mu? Sehingga kamu menjadi murung seperti ini?
Sungguh aku tidak kalah gelisah, memikirkan keadaan kamu yang sedang dilanda kerisauan.

Jangan sampai sakit ya, aku tidak ingin kehilangan tawa mu. Sungguh tawa mu membahagiakan diri ku.

Kamu butuh pundak? Lihat pundak ku kosong, kamu boleh bersandari disini.
Ingat? Pundak ku pundak mu juga.

Aku tau aku memang belum mengenal mu lebih dalam.
Tapi aku berusaha memahami, dan menemani mu ketika kamu risau. Setidaknya aku berharap akan ada rasa lega dalam hela nafas mu, karna beban pikiran yang telah dibagi pada ku.

Mungkin kamu merasa asing dengan ku, mungkin.
Tapi aku tetap ingin berusaha menjadi yang terbaik buat mu, yaa minimal menjadi pendengar yang baik.

Kamu adalah hal terindah buat ku, maka aku tak ingin kamu layu.
Kamu adalah pemacu tawa ku ada, ketika ku sulit untuk sekedar tersenyum.
Maka aku tidak bisa membiarkan sinar dari wajah mu itu redup dan sendu karna tak dapat lagi tertawa.
Sulit memang membuat mu tertawa.
Tidak semudah dan sesederhana kamu mencipta tawa ku.
Tapi usaha ku untuk mu akan tetap ada.

Ya meski kamu yang sedang risau tidak ingin membagi kerisauan mu dengan ku, aku akan tetap ada disini.
Menanti mu, sampai mulut mu terbuka untuk berbagi cerita atau tidak sama sekali.
Aku menanti mu, sampai luka mu sembuh.
Jika boleh, aku ingin menyembuhkan luka mu, dan menghilangkan risau mu.
Adakah kesempatan itu untuk ku?

Jika memang tidak ada, tidak masalah buat ku.
Aku akan tetap mendoakan kebaikan untuk mu.
Dan percayalah, pasti akan ada jalan yang telah disiapkan oleh-Nya untuk kamu, kembali berjalan dengan tegap dan penuh percaya diri, tanpa kerisauan yang terlukis di wajah mu.

"Postingan ini dipersembahkan untuk KOMBUN @BLOGGER_UNJ pada edisi #MEI2015

Jumat, 08 Mei 2015

Di Balik Lensa kamera


Di balik lensa kamera ini, ada aku yang senantiasa mengawasi gerak-gerik mu.
Mengamati setiap inci gerakan yang kamu ciptakan.
Dan lagi-lagi rasa kagum itu kembali membuncah.
Kamu dengan gerakan tenang mu sungguh menghipnotis,
sayang aku hanya dapat mengamati mu dalam diam.
Bukan aku ingin menjadi lelaki pengecut, dengan memendam rasa seperti ini.
Aku hanya tidak ingin merusak ceria itu.
Teman ku selalu menyarankan aku untuk melakukan pendekatan pada mu,
namun tidak semudah itu.
Karna yang tahu soal kamu itu aku,
bukan teman-teman ku.

“udah lama nunggunya?”
“Enggak kok sayang”


Mereka tidak tahu apa-apa, mereka tidak tahu bahwa kamu Sudah milik orang lain.

***

“Apa sih yang kamu suka dari Jakarta, sampe kamu betah banget tinggal di Jakarta yang menurut ku     sumpek begini?”
“Nanti malem ada acara? Aku tunggu kamu di jembatan penyebrangan di depan kampus ya”

Telfon ku matikan, ini untuk kesekian kalinya ia mempertanyakan hal yang sama, dan kali ini aku ingin menunjukan padanya bahwa semua tidak seburuk yang ia pikirkan.

“Jadi ada apa diatas jembatan ini Hanum?”
“Kamu mau tau keindahan tersembunyi dari Jakarta kan? Kalo dilihat pakai mata telanjang mungkin     biasa aja ya, coba kamu lihat potretnya pakai kamera ini”
“Kerlap-kerlip”
“Masih banyak yang indah dari ini percayalah Sarah”

***

Aku tidak menyangka. Belasan tahun aku bersamanya membangun rumah tangga dengan penuh cinta, namun ternyata harus berakhir dengan perceraian, karna sebuah ke salah pahaman.

Pagi ini aku masih berhadapan dengannya di meja makan. Wajahnya masih keras penuh amarah.

“Yakin kamu mau menyudahi ini semua, bagaimana dengan anak-anak?”

Dia diam

“Coba kamu pikirkan lagi, ini bukan masalah sebulan dua bulan”

Aku menyerahkan setumpuk album foto, aku membukakan satu halaman foto saat anak pertama kami lahir.

“Lihat kan? Ini masih bisa diselesaikan dengan baik”

Dia menangis, berdiri dari kursinya menghampiri ku memeluk ku erat.

“Maaf”
“Potret dari lensa kamera menyelamatkan kita”

***

Indonesia itu indah, bahkan tempat sesumpek Jakarta pun akan terlihat indah jika di hayati.

“Libur tahun baru ini mau kemana? Mau ku antar ke suatu tempat kamu bisa menyalurkan hobi foto     mu?”
“Kamu selalu begitu, selalu menemani ku setiap akhir tahun, memang kamu tidak ada acara dengan     anak istri mu?”
“Jawab saja, mau ku temani atau tidak?”
“Kali ini tidak, aku tidak ingin merusak kebahagiaan keluarga kecil mu”
“Sejak kapan kamu menolak karna alasan itu?”
“Sejak aku sadar kita harus berhenti. Belajarlah mencintai keluarga mu Danu”

Danu akhirnya menyerah, kita saling berjarak, dan aku mulai mencipta potret Indonesia tanpanya.

Minggu, 26 April 2015

Tergilas

Badanku remuk tergilas waktu.
Hati ikut remuk, berantakan, berserakan kepingannya.
Keduanya telah remuk, lantas apa lagi yang aku punya?
Sungguh hanya sesak yang ku rasa.

Bahkan alam bebas penuh kebebasan dalam bernafas tidak cukup memberi kelegaan dalam setiap hela.

Aku hanya bisa diam.
Duduk disudut ruangan memeluk kaki.
Berimajinasi akan hal baik datang.
Nyatanya, aku menabur garam diatas lukaku sendiri.

Genangannya sudah penuh di pelupuk mata.
Siap tumpah sejadi-jadinya.
Namun nyatanya tertahan, entah oleh apa.
Sesak dirasakan, karna tangis enggan meledak.

Menertawakan diri sendiri.
Menertawakan ketidak berdayaan.
Gilas saja semua, biar hancur tanpa sisa.
Biar tak ada aku, biar lebih baik semua.

Akhirnya hancur semua pertahanan.
Aku mengambil bendera putih.
Tanda menyerah? Kalah? Atau damai?
Entahlah, yang aku tahu hanya aku yang sudah hancur.
Tergilas sejadi-jadinya tidak bersisa.

Aku berlari diatas puing-puing diri.
Berharap ada yang mengerti atau entah apa.
Nyatanya aku sendiri di pijakan bumi ini.
Sakit sungguh rasanya.
Karna aku sudah tidak ada artinya.
Mengertilah, aku terlalu hancur untuk diperlakukan seperti ini-diabaikan.

ftrrzkm---

Rabu, 22 April 2015

Senyum, Tawa, Sedih, dan Tangismu. Aku Ingin Hadir

               Ini pertama kalinya aku melihatnya serapuh itu. Menangis sejadi-jadinya, menahan rasa sakit luar biasa yang dialaminya. Melihatnya seperti itu membuatku seakan ingin melindunginya, sungguh baru kali ini aku melihat sisi kekanak-kanakannya. Menangis seperti seorang anak kecil yang terjatuh dari sepeda. Aku memang tidak tahu seberapa  besar rasa sakit yang ia alami, namun aku berusaha memahami  sedikit demi sedikit rasa sakit yang ia rasakan, dan membantu sebisa tanganku menggapainya.

                Katanya dadanya sesak, nafasnya terhimpit. Aku berpikir itu karna ia sering begadang akhir-akhir ini, dan aku mengira itu akan sesaat saja, namun ternyata itu berlangsung lama. Tanganku meraih punggungnya mengusap-usap punggung dan pundaknya, berharap ada sedikit rasa lega di hela nafasnya, namun nyatanya tidak memberikan efek apapun.

“Jangan nangis, nanti makin sesek nafasnya” ujarku sambil mengusap-usap punggungnya.

Ia semakin menangis, lebih banyak air matanya yang luruh dibandingkan sebelumnya. Aku diam, dia diam. Aku menunggunya berhenti menangis.

***

Ia berhenti menangis, perlahan-lahan ia tersenyum, aku membalas senyumnya.

“Makasih ya” ujarnya tersenyum kecil.

“Sama-sama” refleks aku mengeluarkan kata-kata itu, padahal aku masih bingung “terimaksih” untuk apa, aku merasa tidak melakukan apapun.

Hujan dalam dirinya sudah berhenti. Namun hujan dari langit masih mengguyur bumi, tidak masalah, selama tetes air mata nya sudah berhenti membasahi pipi

Sudah tidak usah ragu, jika ingin menangis, maka menangislah dihadapan ku. Aku akan selalu ada, sekedar untuk menemani atau menghapus air mata mu. Lebih hebat lagi jika aku mampu membuat lengkung senyum mu kembali terpancar. Aku selalu ada, sadar atau tanpa sadar mu.


Akhirnya aku dan dia saling bertukar senyum.

Sabtu, 18 April 2015

Seperti Sesuatu yang Salah.

Jika ada yang salah, maka harus diperbaiki.
Sayangnya aku tau ada yang salah, tetapi aku tidak tahu cara memperbaikinya.
Mungkin aku tahu, namun entah mengapa seperti ada benteng yang menghalangi.
Aku bahkan tidak tahu harus mencurahkan ini semua kepada siapa?
Akankah ada yang mengerti?
Mengerti, bukan menghakimi.


Aku seperti berada disisi jalan yang salah.
Tunggu dulu… apa sisi jalan sana juga benar?

Rasanya tidak tenang.
Aku masuk ke dalam dunia yang campur aduk seperti ini.
Bahkan antara benar dan salah, samar-samar terasa.
Sedih rasanya.
Aku bahkan tidak dapat mengerti diriku sendiri.
Ada apa ini?
Apa mau ku?

Aku gamang..
Aku mengambang..
Mengambang diketidak pastian diri sendiri.
Aku ingin berbalik, menuju masa lalu yang sepertinya lebih menenangkan dari ini.
Sulit, sakit, meracau dan menangis sendiri.
Semua telah berbeda, atau aku yang membuat segalanya beda?

Ini seperti bukan aku.
Tepatnya bukan aku yang dulu.
Kegelisahan sering merayap diri tak kenal waktu.
Sungguh aku butuh tenang.
Sekedar untuk meluruskan diri, untuk mengerti inginnya diri.
Meluruskan niat, agar semuanya terasa benar.

Apa yang salah?
Sungguh aku tidak tahu.

ftrrzkm- dalam gamangnya diri.

Kamis, 16 April 2015

Rindu Milik Sendiri Pilu, Ngilu.

Aku duduk dalam diam di tepi ruang.
Mencoba meraba-raba apa yang sedang melanda hati.
Aku bingung, aku pilu.
Menganalisis rasa sendiri begitu malu.
Hujan di balik jendela mulai menari sepanjang hari, menambah ngilu.

Oh ternyata…
Rindu milik sendiri.
Pilunya dinikmati sendiri.
Sendunya hati membawa redup di sana-sini.
Lagi-lagi dingin merasuk diri, menambah gigil.
Ternyata aku tidak bisa menari bersama hujan lagi.

Bayangmu terpampang dalam pikiran.
Khayalan menunjukan bahwa kamu ada di depan mata.
Namun tetap tak dapat kurasa.
Karena kamu benar tak ada.

Dan aku duduk di balik siluet rindu.
Jingga setelah hujan.
Merona seperti semburat malu.

Aku di dalam rindu.
Pilu tahu kamu bukan punya ku.


"Postingan ini dipersembahkan untuk KOMBUN @BLOGGER_UNJ pada edisi #April2015"

Jumat, 20 Maret 2015

Fitri 18 tahun, anak kost.


Ya tau sih, kalo misalnya ini akan jadi postingan tidak penting. ya yang lain juga sebenernya postingan enggak penting semua. Sastra bukan, berunsur edukasi juga enggak.
Lagi-lagi Fitri dikejar deadline, iya terus aja gitu kejar-kejaran sama deadline kayak film India.
Fitri ngumpet di balik pohon, si deadline menemukan Fitri di balik pohon itu, terus mereka muter-muter kejar-kejaran ala film India.

Tugas banyak, yang untungnya masih bisa diselesaikan satu persatu (terlepas dari bener atau salahnya yang masih belum pasti). Fabel juga masih belum tersentuh, satu paragraf kemudian mandek. Efek udah jarang nulis cerita-cerita fiksi, apalagi fabel gitu.

Fitri delapan belas tahun, masih kecil sih ya kayaknya. Oke maaf ini enggak tahu diri kalo ngaku masih kecil. Ya tapi usia-usia segini masih labil, jadi mahasiswa juga baru kan. Delapan belas tahun, dan ngekost (terus?) ya gitu deh, ya jadi mandiri sih, meski kalo udah dirumah tetep aja enggak beda sama sebelum ngekost kelakuannya. Ini ceritanya karna banyak tugas, ada kegiatan di kampus, dan satu lain halnya si Fitri yang dikejar-kejar deadline sampe "jatoh" ini enggak bisa pulang ke rumahnya, FYI rumah Fitri ini cuma di Bekasi, err- Kab.Bogor, tapi kepleset dikit masuk Bekasi, ke Bogornya mah jauhh.

Fitri semakin merasa sepi, tsaaah. Terlebih ketika enggak ada kerjaan apa-apa dan Fitri cuma bisa diem. Untungnya Fitri banyak kerjaan, tapi tetep aja diem -_- duh nak.

Fitri tadinya sudah menyusun rencana, dibulan April awal nanti Fitri akan pergi menuju kampung halaman bersama ibu, bapak, dan kakaknya yang suka ngaku ganteng. Tapi semua rencana itu sirna, ketika tanggal 4 april nanti masih ada UTS. Iya kamu benar sekali kawan, Fitri telah menyiapkan segalanya, tetapi semua harus direlakan, tidak apa~ Fitri sudah biasa merelakan segalanya.

Fitri delapan belas tahun, perempuan dan hitam. Ada yang ngingetin Fitri, kalo besok sabtu tanggal 21maret, matahari lagi tepat diatas pulau jawa, entah dia dapet info dari mana, dan Fitri diingetin untuk enggak panas-panasan, takut makin hitam atau keling kali yaa. Fitri itu perempuan jawa atau sunda sih?, darahnya sih darah sunda, tapi ngomong sunda aja berantakan alias enggak bisa. Katanya perempuan sunda itu putih-putih, lah ini keling, ya gak masalah juga sih hahaha.

Makin enggak penting dan enggak jelas aja ini pembahasan.
Ya pokoknya, semoga aja India moment antara Fitri dan deadline bisa terselesaikan.
Semoga aja Fitri anak umur delapan belas tahun ini bisa mengatasi sepinya dan rasa ingin pulang yang tidak tersampaikan.

Rumah Manis Rumah.
Home sweet Home.
Rumah ku istana ku.

Dari Fitri, untuk Fitri setelah hujan reda.

ftrrzkm~

Kamis, 05 Maret 2015

Aku ingin sepi

Aku ingin menghilang.
Bukan meghilang untuk menghidar.
Aku hanya ingin sepi, tanpa tau apapun lagi.
Karna dalam ramai sekalipun, aku merasa sepi.
Entah mengapa bisa seperti itu?

Jika tahu hanya melukai.
Aku memilih untuk tidak tahu apapun.
Berpura-pura tidak tahu, dalam ke tahuan yang dimiliki.

Aku ingin nafas ku lega.
Tidak tersendat sesak karna isak tangis yang terus mengikuti.

Aku ingin lupa.
Lupa pada setiap inci indah kisah lalu, yang hanya melukai kini.

Sumpah.
Aku ingin sepi, aku ingin sepi yang membuat aku tidak ingat apapun lagi tentang lalu.

Ini bukan salah siapa-siapa, bukan salah apa-apa.
Ini jalan yang harus ditempuh.
Terjal, berbatu, licin, jika tidak berhati-hati maka luka akan didapat lagi.

Aku tidak tahu akan berapa lama semua ini terjadi.
Segala yang ada di depan, masih samar, aku tidak bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya.

Mungkin ini akhir dari sepenggal kisah yang entah apa judulnya.
Lagi-lagi, untuk kesekian kalinya bahagia masih belum menyapa ku.
Tidak apa, bukan suatu yang mengherankan, aku sudah terbiasa.


Karna aku ingin sepi, dikala luka kembali menghampiri.

Rabu, 04 Maret 2015

Bukan Malaikat.

Aku bukan malaikat yang menjelma manusia.

Bukan malaikat berhati putih, tanpa dosa, tanpa noda.

Aku hanya manusia biasa, yang mencoba terbiasa dengan ketidak sesuaian harapan-harapan yang digantungkan.
Aku hanya manusia, yang belajar menerima apapun kenyataan yang didapatkan.
Mencoba menjadi yang terbaik bagi semua orang.

Pedih disimpan sendiri, bahagia dinikmati bersama.

Mungkin sering hati ku patah.
Mungkin sering kecewa dan terluka disana-sini.
Tapi, aku bisa apa? Membalas hanya akan membuat ku terlihat sama saja.
Menerima, dan merelakan sepertinya lebih melegakan diakhir hela nafas.

Aku ingin hati ku seperti malaikat.
Meski tak akan sesempurna malaikat.
Menerima, memaafkan, sabar, ikhlas.
Sungguh, kesabaran tidak akan mengkhianati.
Sama seperti ketulusan yang tidak akan mengkhianati.

Jika aku tidak dapat mendapatkan yang aku inginkan.
Tentunya tuhan lebih tau apa yang ku butuhkan, dan apa yang lebih pantas untuk aku dapatkan.

Aku bukan malaikat.
Namun aku tidak ingin menjadi iblis.
Aku manusia biasa, yang sedang belajar menerima.

Sekian saja.
Perjalanan singkat tak terduga ini memberi banyak arti,
Banyak pelajaran yang mendewasakan diri.

Seperti kata ibu ku, dan kata mu.
"Mintalah yang terbaik kepada-Nya"

ftrrzkm

Sabtu, 28 Februari 2015

Tentang Tidur

Aku bermimpi akan hal buruk di dalam lelap ku.
Aku terbangun, dan tak bisa memejamkan mata ku lagi.
Resah, karna pagi masih jauh dari jangkauan waktu.
Sepi, tentu saja karna malam sudah sangat larut.
Dan akhirnya aku pasrah.
Meringkuk bersama hening di tepian ranjang.

Berharap cepat atau lambat kembali terlelap.

Susah tidur.                                
Mungkin karna masih ada hal yang belum terselesaikan.
Susah tidur.
Mungkin karna masih ada yang mengganjal hati.

Aku susah tidur, rasanya obat tidur pun akan sulit melelapkan.
Jika benar berhasil, mungkin yang didapat selanjutnya adalah ketergantungan.

Biarlah, ku pasrahkan saja.
Sejauh mana mata ini bertahan dalam dini hari yang sepi.

Dan untuk mu. Masih kamu. Semoga kamu tidak mengalami hal yang sama.
Aku masih ingin menjadi lampu tidur yang menemani lelap mu.
Itupun jika kamu masih mau.
Jika tidak, matikan saja sinar redup yang menemani lelap tidur mu itu.
Biarkam gelap, atau lampu lain yang menemani.

Aku masih sama, untuk hari ini, besok, dan seterusnya.
Berharap menjadi satu-satunya lampu tidur yang menemani mu, ketika kamu terlelap.

Minggu, 22 Februari 2015

Aku, Kamu, dan Malam.

Selamat datang malam.
Selamat datang dalam pusaran waktu yang mutlak adanya.
Setelah sore habis, pasti akan ada malam yang menggantinya dengan suasana yang berbeda.


Hai malam, bisa kah mengetuk pintu terlebih dahulu?
Tentunya agar ia siap dengan segala benda yang dapat memberikannya rasa hangat ketika dingin mu menyusup ke dalam tubuhnya.

Hai malam penuh kebekuan.
Semoga yang terasa berat di kepalanya bukanlah sebuah beban.
Jika iya benar beban semoga terangkat secepatnya.
Karna aku ingin ia riang kembali seperti balita yang sedang menyesap lolipopnya.

Hai malam, tolong jaga ia dan kualitas tidurnya.
Lenyapkan segala mimpi buruk yg membelenggu lelapnya.
Agar ia tidak merasa resah dalam pejam matanya.
Dan agar ia bisa bermimpi indah, dan terbangun dengan rasa yang menyegarkan.

Tidak banyak yang dapat aku lakukan untuknya.
Hanya dapat mengamati, dan mendengar cerita-cerita nya.
Memberinya sedikit masukan.
Berharap hal-hal baik selalu bersama nya.
Berharap heningnya malam tak lagi mengganggu pikiran-pikirannya.
Dan jika ia kembali terusik, semoga aku selalu ada untuknya.

Maka untuk mu malam hari yang hening dan apa adanya.
Bisakah datang dengan mengetuk pintu terlebih dahulu?
Setidaknya agar ia lebih bersiap dan terjaga.


Dan untuk mu.
Jika kamu masih terjaga dalam keheningan malam, apa pun sebabnya.
Jangan segan-segan membangunkan aku.
Karna aku ingin selalu ada.
Selalu ada dalam suka mu, serta sedih dan resah mu.
Aku ingin menjaga mu semampu ku, sebisa ku.

Tidurlah dengan tenang, jika mimpi mengurangi kualitas tidur mu, maka tak perlu bermimpi dalam tidur apapun bentuknya.

Tenang, malam tidak akan menyakitimu.

Malam telah mengetuk pintu, dan kamu cukup merasakan hadirnya, dan mempersiapkan diri untuk malammu yang panjang.

-Dari aku,yang ingin menjadi lampu tidurmu.

ftrrzkm

1:35AM

Jumat, 20 Februari 2015

Chuunibyou (Jatuh Cinta dengan Yuuta)

kalem banget mukanya :3
sumber: Google
Aku jatuh cinta sejak pandangan pertama.
Aku jatuh cinta pada Yuuta.
Tapi Yuuta cinta sama Rikka.

Yuuta itu tokoh dalam sebuah anime atau kartun jepang yang berjudul Chuunibyou. Yuuta ini ganteng, tinggi, cute, baik, sabar, ah gitu deh pokoknya. Yang bikin jatuh cinta sama Yuuta adalah, cara dia memperlakukan Rikka, sabar banget, dan dia selalu ngelakuin apapun yang bisa bikin Rikka seneng.

Sumber: google

Berulang-ulang nonton anime yang satu ini, tapi enggak pernah bosen dan tetep kebawa suasana ngeliat adegan-adegannya, apa lagi kalo lagi bagian yang sedih, sudahlah berasa ada irisan bawang merah di depan mata. Awalnya agak bingung sama alurnya, tapi lama-lama ngerti juga, dan memang agak susah dijelaskan hehe. Harus nonton sendiri baru bisa paham sama alurnya.

Dapet anime ini tuh waktu kelas tiga SMA, dapet dari seorang teman, dia otaku, wanita jepang, yang sekarang kuliahnya berhubungan sama jepang juga, dia adalah Anggita Octavi Syukma (Cie ang nama lo gue sebut nih haha) :’).  Jadi pas itu benerannya, lagi kerja kelompok latian drama buat ujian praktek Bahasa Inggris gitu, sambil nunggu pemain yang lain jadilah diskusi soal film gitu, pas itu ada aku, Anggita sama Sukma. Tiba-tiba Sukma nanyain Chuunibyou gitu ke Anggita, aku yang ceritanya benerannya enggak ngerti soal anime mulai kepo, dan keluarlah pertanyaan “Eh, apaan sih?”, “Eh ceritanya tentang apa sih?” dan akhirnya malah disuruh nonton sendiri. Dimasukin lah anime nya ke flashdisk yang sekarang itu flashdisknya udh lenyap (ilang). Sampai di rumah langsunglah pindahin animenya ke komputer. Nonton dan akhirnya mengertilah akan jalan ceritanya. Alurnya gini nih: Ngakak-Ngakak-Nangis-Nangis-Ingusan.

pipinya merah :3
Sumber: Google

Di sekolah diskusi soal Chuunibyou lagi dan sampailah pembahasan pada topik bahwa si Chuunibyou ini ada lanjutannya, sontak aku pun histeris. Wajah yuuta kembali terbayang . Pengen buru-buru nonton jadinya.



Lama nunggu Chuunibyou dua keluar. Akhirnya keluar juga tuh Chuunibyou, tapi satu episode satu episode gitu, yasudah akhirnya aku menunggu sampai semuanya terkumpul.

Chuunibyou dua ini akhirnya didapatkan lagi dari seorang teman. Dia adalah pasangan dari Anggita Octavi Syukma, yaitu Kevin Sandi Munggaran (Vin akhirnya nama lo gue sebut hahaha). Dia otaku juga sama seperti Anggi. Di Chuunibyou ini yuuta makin terlihat ganteng aja, sikapnya makin gentle aja, makin bikin jatuh cinta haha^^. Berulang-ulang anime ini di puter, berulang-ulang juga meleleh karna alurnya. Lagi-lagi enggak pernah bosen, padahal udah disuguhin anime lain yang judulnya Nisekoi. Dan ending dari Nisekoi ini masih ngambang, bikin jadi penasaran sama lanjutannya, karna menurut sang pakar, Nisekoi ini bakal ada lanjutannya.

Tokoh lain dari Chuunibyou yang enggak kalah cute adalah kumin senpai. Asli cewek ini imut banget hih, sukanya tidur siang, rada kekanak-kanakan, tapi terkadang dia bijak juga. Selanjutnya  Dekomori pelayannya Rikka, dia yang terkecil disini, rambutnya pajang banget, cantik kalo lagi di gerai rambutnya, lucu, dan dodol. Rikka pacarnya Yuuta, waktu akhirnya mereka jadian/pacaran(?) aku pun iri, ternyata Rikka yang berhasil memenangkan hati Yuuta. Rikka ini imut, kocak, agak tertutup, tegar, dan selalu mau jadi yang terbaik buat yuuta. Nibutani nah awalnya Yuuta terpesona gitu sama Nibu, tapi ya akhirnya tetep dia sama Rikka. Nibu ini cewek yang cantik, aktif, pinter, supel, selalu bikin siapa aja ketawa, sampe-sampe Kumin Sempai pengen bisa nge-lawak kayak Nibu.

Karakter utama di Chuunibyou
Sumber: Google


Jadi kepikiran chuunibyou ini bakal ada yang ketiga atau enggak?

Ya seperti itu lah pokoknya.

Sekian saja basa-basi penuh cinta dari ftrrzkm.

Ceritanya mau bikin warna baru di blog ini.
Tapi ya gitu. Mohon maaf bila kurang berkenan.