Kamis, 23 Juli 2015

Gadis Kesepian

“Aku tidak pernah merasa sesedih ini” katanya, “sedih tanpa alasan, lebih terasa menyesakan dibandingkan dengan sedih yang disertai berjuta alasan. Aku menangis setiap hari, tanpa tahu apa yang sebenarnya ku tangisi” tambahnya lagi.

Aku masih setia mendengarkan keluh kesah mengenai kesedihan tanpa sebabnya. Aku hanya diam, karna aku tidak benar-benar tahu apa yang sebenarnya ia rasakan.

"Aku memeluk diriku sendiri, setiap hari" katanya

“Kenapa?” kali ini aku bersuara

“Karena tidak ada yang mengerti, mungkin karna aku yang menyulitkan orang lain untuk mengerti diriku”

Aku merentangkan kedua tanganku, berusaha merengkuhnya. Setidaknya meskipun aku tidak benar-benar mengerti kondisinya saat ini, aku bisa menambah jumlah pelukan yang ia terima, memberikan ketenangan bahwa ia tidak sendiri, dan tidak perlu sampai memeluk dirinya sendiri jika butuh sebuah pelukan, karena aku ada.

“Kamu masih ingin menangis?” tanyaku, “menangislah sampai lelah dalam pelukku ini. Semoga dengan cara ini besok dan selanjutnya tidak ada lagi tangisan tanpa sebabmu. Jangan pernah merasa menjadi orang yang paling nelangsa dalam hidup”

Menangislah ia sejadi-jadinya. Dalam pelukku, aku berusaha memeluknya dengan kedua tanganku yang sebenarnya tidak benar-benar ada. Dan berusaha menenangkannya dengan nasihatku, yang sebenarnya ia tidak benar-benar bisa mendengar suaraku. Karena aku benda mati.

Karena aku.
Guling di kamarnya.

Sabtu, 04 Juli 2015

Sebuah Surat Tanpa Alamat Penerima

Halo aku datang bersama surat ini sebagai seorang yang bahkan tidak luput dari dosa. Seseorang yang tentunya tidak suci seperti bayi yang masih seperti kertas putih tanpa dosa. Seseorang yang masih gamang akankah aku masuk dalam surga-Nya?, namun aku tidak pernah berhenti berharap dan terus berusaha untuk meraih surga-Nya, lagi-lagi ku katakan aku bukan orang yang bersih tanpa dosa.

Aku menulis ini dalam keadaan sangat tenang, tidak pernah sekalipun ku khususkan tulisan ini untuk seseorang atau siapapun, tidak pernah. Aku hanya menyalurkan apa yang aku pikirkan. Jika terjadi kesalahan, ku harap dapat di maklumi atau di koreksi, karna lagi-lagi aku bukan makhluk paling sempurna, aku hanya manusia yang tidak luput dari dosa.

Aku menuliskan ini dalam keadaan tidak sabar, khawatir semua yang ada di kepala ku lari entah kemana. Sampai-sampai aku tidak sabar menanti loading yang dilakukan dalam memproses hidupnya laptop ku.

Ini tentang kita, manusia yang semuanya tidak ada yang sempurna. Terus-terusan berusaha meraih Ridho-Nya, meraih ampunannya, atas dosa-dosa yang diperbuat. Tidak ada manusia yang bersih tanpa dosa, ada saja kesalahan-kesalahan yang dilakukannya. Baik kesalahan yang dilakukannya dalam hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, atau pun manusia dengan dirinya sendiri.

Yang membuatnya berbeda adalah, pilihan hidup yang diambil. Apakah ia akan terus berada di satu titik yang sama? Atau ia akan berjalan, berproses membentuk garis mencoba memperbaiki diri?. Tidak apa perubahan diri itu berjalan tidak cepat, karna semuanya pun membutuhkan proses. Mie instan saja yang disebut “instan” masih membutuhkan proses ya kan?

Aku percaya Allah maha pemaaf, Allah memaafkan umatnya yang ingin berubah dan bertaubat atas dosa-dosanya. Lantas mengapa kita umatnya yang bukan apa-apa ini sering kali enggan memaafkan sesama atas apa yang kesalahan yang diperbuatnya.

Mungkin kesalahan yang teramat sangat yang membuat mu, aku, atau kita menjadi enggan memaafkan, menjadi sangat marah, atau bahkan sampai membenci. Lantas dengan alasan itukah kita boleh mencacinya atas kesalahan yang diperbuat?, sungguh hal itu sesungguhnya tidak pantas. Terselip sebuah pertanyaan, dibayar berapakah kamu untuk membenci orang lain? Apakah hasil yang kamu dapatkan dari membenci orang lain? Memaki orang lain?, hanya akan mengotori hati lebih dalam lagi.

Aku menulis ini agar dapat mengingatkan ku, bahwa sesungguhnya manusia bukan apa-apa untuk tidak memaafkan orang lain.

Mungkin tidak saat ini kamu, aku, atau kita memaafkan kesalahan orang yang telah menyakiti kita. Mungkin nanti, mungkin butuh waktu yang lama. Menurutku cepat atau lambatnya kita memaafkan kesalahan orang lain tergantung bagaimana kita bisa memberi ruang dalam hati, sedikit celah dalam hati saja untuk ikhlas. Untuk merelakan.

Satu kutipan dari buku kesukaan ku Rectoverso yang dapat melapangkan hati disaat tersakiti, “Tenerima, menyangkal, dan menolak cuma bikin lelah”, ya menyimpan bongkahan kebencian hanya akan membuat hati lelah, dan langkah menjadi terasa berat.

Ku sudahi saja semua ini, semoga dapat berkenan di hati para pembaca secarik surat elektronik atau apalah namanya. Manusi tidak pernah lepas dari dosa, yang membedakan hanya membiarkan dosa itu berlarut atau bangkit untuk memperbaiki segalanya.

Dengan penuh ketengangan.
Ftrrzkm-

Kamis, 02 Juli 2015

Binel Kucing Tiga Warna Dalam keluarga

Mungkin ini akan menjadi seperti sebuah tugas Bahasa Indonesia anak sekolah, mendeskripsikan sesuatu.

Aku punya sesuatu yang sangat lucu, sesuatu yang sangat sering membuat ku rindu, sesuatu yang sangat cantik, dan mampu menghadirkan sebuah senyuman saat diri sedang dilanda kesusahan, ya sebut saja pelipur lara.

Sesuatu itu adalah seekor kucing, kehadirannya yang lama telah didambakan, kucing ku yang diberi nama Binel. Mungkin kedengarannya aneh, tidak seperti nama-nama kucing lain yang banyak digunakan, misalnya “Kitty, Pussy, empus, meong, dll” ya Binel.

Kucing dengan bulu yang dominan berwarna putih, dengan corak hitam, abu, belang, dan coklat. Kucing tiga warna ku, kucing gendut ku yang memiliki bulu tebal dan panjang, imut seperti boneka.

Tingkahnya yang menyebalkan namun mampu mengukir senyuman, lucu, aneh, gilak, tidak wajar, tidak sopan, berisiknya, dan masih banyak lagi. Kamu belum bisa percaya Binel sangat menggemaskan sampai kamu bertemu dengannya.

Binel takut dengan beberapa orang asing, Binel kucing yang mudah terkejut (misalnya saja saat mendengar bunyi petasan), Binel kucing yang sangat suka berburu cicak, Binel kucing yang akan memaksa masuk kerumah sampai “istilahnya gedor-gedor pintu rumah (versi kucing)”, Binel yang suka meminta jajanan manusia *yang mana tidak bisa ku sebut namanya, nanti terkesan promosi*, Binel yang suka menjilat kaki atau tangan ku atau seseorang yang menyentuhnya, ya masih banyak lagi kelakuan Binel si kucing gendut ku.

Saat jarak membuat ku tidak bisa bertemu binel (baca: tertahan oleh kuliah di kosan) dan jarak membuat rindu ku pada Binel tercipta, aku hanya dapat melihat foto-foto lucunya di handphone, dan mendengar rekaman suaranya di handphone ku. Aku belum pernah sebegitu hebatnya menyayangi binatang peliharaan ku, sampai-sampai merindukannya seperti ini, biasanya aku cepat bosan.

Mungkin aku terlihat ‘aneh’ degan menuliskan tentang Binel sampai sebegininya, teman ku saja prihatin. Tapi sungguh, kucing, Binel aku sangat jatuh hati padanya.

Binel kucing gendut tiga warna ku.

ftrrzkm~

Binel Kecil

Binel dan Buku Kuliah ku







#Saat ini Binel sudah lebih besar dari foto-foto di atas.