Minggu, 26 April 2015

Tergilas

Badanku remuk tergilas waktu.
Hati ikut remuk, berantakan, berserakan kepingannya.
Keduanya telah remuk, lantas apa lagi yang aku punya?
Sungguh hanya sesak yang ku rasa.

Bahkan alam bebas penuh kebebasan dalam bernafas tidak cukup memberi kelegaan dalam setiap hela.

Aku hanya bisa diam.
Duduk disudut ruangan memeluk kaki.
Berimajinasi akan hal baik datang.
Nyatanya, aku menabur garam diatas lukaku sendiri.

Genangannya sudah penuh di pelupuk mata.
Siap tumpah sejadi-jadinya.
Namun nyatanya tertahan, entah oleh apa.
Sesak dirasakan, karna tangis enggan meledak.

Menertawakan diri sendiri.
Menertawakan ketidak berdayaan.
Gilas saja semua, biar hancur tanpa sisa.
Biar tak ada aku, biar lebih baik semua.

Akhirnya hancur semua pertahanan.
Aku mengambil bendera putih.
Tanda menyerah? Kalah? Atau damai?
Entahlah, yang aku tahu hanya aku yang sudah hancur.
Tergilas sejadi-jadinya tidak bersisa.

Aku berlari diatas puing-puing diri.
Berharap ada yang mengerti atau entah apa.
Nyatanya aku sendiri di pijakan bumi ini.
Sakit sungguh rasanya.
Karna aku sudah tidak ada artinya.
Mengertilah, aku terlalu hancur untuk diperlakukan seperti ini-diabaikan.

ftrrzkm---

Rabu, 22 April 2015

Senyum, Tawa, Sedih, dan Tangismu. Aku Ingin Hadir

               Ini pertama kalinya aku melihatnya serapuh itu. Menangis sejadi-jadinya, menahan rasa sakit luar biasa yang dialaminya. Melihatnya seperti itu membuatku seakan ingin melindunginya, sungguh baru kali ini aku melihat sisi kekanak-kanakannya. Menangis seperti seorang anak kecil yang terjatuh dari sepeda. Aku memang tidak tahu seberapa  besar rasa sakit yang ia alami, namun aku berusaha memahami  sedikit demi sedikit rasa sakit yang ia rasakan, dan membantu sebisa tanganku menggapainya.

                Katanya dadanya sesak, nafasnya terhimpit. Aku berpikir itu karna ia sering begadang akhir-akhir ini, dan aku mengira itu akan sesaat saja, namun ternyata itu berlangsung lama. Tanganku meraih punggungnya mengusap-usap punggung dan pundaknya, berharap ada sedikit rasa lega di hela nafasnya, namun nyatanya tidak memberikan efek apapun.

“Jangan nangis, nanti makin sesek nafasnya” ujarku sambil mengusap-usap punggungnya.

Ia semakin menangis, lebih banyak air matanya yang luruh dibandingkan sebelumnya. Aku diam, dia diam. Aku menunggunya berhenti menangis.

***

Ia berhenti menangis, perlahan-lahan ia tersenyum, aku membalas senyumnya.

“Makasih ya” ujarnya tersenyum kecil.

“Sama-sama” refleks aku mengeluarkan kata-kata itu, padahal aku masih bingung “terimaksih” untuk apa, aku merasa tidak melakukan apapun.

Hujan dalam dirinya sudah berhenti. Namun hujan dari langit masih mengguyur bumi, tidak masalah, selama tetes air mata nya sudah berhenti membasahi pipi

Sudah tidak usah ragu, jika ingin menangis, maka menangislah dihadapan ku. Aku akan selalu ada, sekedar untuk menemani atau menghapus air mata mu. Lebih hebat lagi jika aku mampu membuat lengkung senyum mu kembali terpancar. Aku selalu ada, sadar atau tanpa sadar mu.


Akhirnya aku dan dia saling bertukar senyum.

Sabtu, 18 April 2015

Seperti Sesuatu yang Salah.

Jika ada yang salah, maka harus diperbaiki.
Sayangnya aku tau ada yang salah, tetapi aku tidak tahu cara memperbaikinya.
Mungkin aku tahu, namun entah mengapa seperti ada benteng yang menghalangi.
Aku bahkan tidak tahu harus mencurahkan ini semua kepada siapa?
Akankah ada yang mengerti?
Mengerti, bukan menghakimi.


Aku seperti berada disisi jalan yang salah.
Tunggu dulu… apa sisi jalan sana juga benar?

Rasanya tidak tenang.
Aku masuk ke dalam dunia yang campur aduk seperti ini.
Bahkan antara benar dan salah, samar-samar terasa.
Sedih rasanya.
Aku bahkan tidak dapat mengerti diriku sendiri.
Ada apa ini?
Apa mau ku?

Aku gamang..
Aku mengambang..
Mengambang diketidak pastian diri sendiri.
Aku ingin berbalik, menuju masa lalu yang sepertinya lebih menenangkan dari ini.
Sulit, sakit, meracau dan menangis sendiri.
Semua telah berbeda, atau aku yang membuat segalanya beda?

Ini seperti bukan aku.
Tepatnya bukan aku yang dulu.
Kegelisahan sering merayap diri tak kenal waktu.
Sungguh aku butuh tenang.
Sekedar untuk meluruskan diri, untuk mengerti inginnya diri.
Meluruskan niat, agar semuanya terasa benar.

Apa yang salah?
Sungguh aku tidak tahu.

ftrrzkm- dalam gamangnya diri.

Kamis, 16 April 2015

Rindu Milik Sendiri Pilu, Ngilu.

Aku duduk dalam diam di tepi ruang.
Mencoba meraba-raba apa yang sedang melanda hati.
Aku bingung, aku pilu.
Menganalisis rasa sendiri begitu malu.
Hujan di balik jendela mulai menari sepanjang hari, menambah ngilu.

Oh ternyata…
Rindu milik sendiri.
Pilunya dinikmati sendiri.
Sendunya hati membawa redup di sana-sini.
Lagi-lagi dingin merasuk diri, menambah gigil.
Ternyata aku tidak bisa menari bersama hujan lagi.

Bayangmu terpampang dalam pikiran.
Khayalan menunjukan bahwa kamu ada di depan mata.
Namun tetap tak dapat kurasa.
Karena kamu benar tak ada.

Dan aku duduk di balik siluet rindu.
Jingga setelah hujan.
Merona seperti semburat malu.

Aku di dalam rindu.
Pilu tahu kamu bukan punya ku.


"Postingan ini dipersembahkan untuk KOMBUN @BLOGGER_UNJ pada edisi #April2015"