Jumat, 30 Oktober 2015

Tergenapi (Baris Waktu 3)

29 Oktober 2014

Ini tentang sebuah hubungan timbal balik, yang mau tak mau harus tercipta namun tanpa paksaan.
Terjadi secara alami dan begitu saja.
Disertai alasan atau tidak sama sekali.
Bahagia dan kecewa ada didalamnya.
Menyusuri setiap inci ceritanya.

Atau diam-diam menyelinap dalam khayal.
Khayalan yang resikonya akan menyakiti atau sebaliknya.

Tidak semua jalan yang dipilih akan berujung pada bahagia.
Namun tidak selalu pula berujung pada duka.
Jika menyusurinya tanpa luka yang menohok hati.
Akan kubiarkan semua berlalu seiring berjalannya waktu.
Tidak akan aku persulit dan tidak akan kuberbalik.

Namun jika kenyataannya baru selangkah maju saja aku sudah terluka, apa perlu kuteruskan?.
Bila kenyataannya di ujung jalan sana sudah terlihat duka, apa tidak boleh aku berbalik dan mencari jalan lain?.
Jalan lain dalam labirin yang memang benar.
Jalan lain dalam labirin yang tidak akan mencipta luka.
Segalanya membuat langkah terhenti pada persimpangan jalan dengan segala kemungkinan yang ada.

Segalanya sudah terpampang jelas.
Bahkan sejak awal.
Karena aku ingin, terluka sekalipun kubiarkan.
Mungkin buta, atau mati rasa terhadap luka-luka itu.

Namun kini aku sadar.
Sadar bahwa tidak perlu lagi kuteruskan jalan penuh luka ini.
Dan aku sadar bahwa memang ini bukan jalanku, aku harus segera berbalik.
Berbalik dan berharap luka ini senantiasa pulih, seiring berjalannya waktu.
Waktu yang kuperlukan untuk berbalik arah, dan  waktu yang kugunakan untuk melupakan kisah duka.
Semoga memang ini pilihan yang terbaik untukku yang hanya berdiri dengan sebelah hati.


29 Oktober 2015

Setahun lalu, aku menuliskan kisah duka itu.
Setahun lalu, aku berdiri dengan sebelah hati.
Setahun lalu, aku masih ganjil dan belum tergenapi.
Ya setahun berlalu, dan semua cerita kini telah berubah.

Keinginanku untuk berbalik setahun yang lalu, ternyata terhambat.
Aku tidak berhasil berbalik dan melupakan segala kemustahilan itu
Entah, seperti terbawa angin aku terus melangkah kedepan tanpa menyerah dan lelah.
Menghadapi segala kesakitan yang kutahu akan aku dapatkan jika terus melanjutkan jalan.
Seperti melawan arah ya?

Kini setahun sudah, dan aku tergenapi.
Sudah tidak lagi berdiri dengan sebelah hati.
Luka-luka yang ku dapatkan untuk sampai sejauh ini sudah terobati segalanya.
Aku telah berdamai dengan masalalu.
Aku merasa utuh dan bahagia saat ini.

Menyusuri jalan kini tak seorang diri.
Aku ditemani, oleh kamu.

Kamu yang setahun lalu adalah kemustahilan yang aku harapkan.
Dan kini, kamu adalah kemustahilan yang menjadi nyata.

Ftrrzkm


Minggu, 11 Oktober 2015

Perihal Kamu yang Tetap Asing

Perlahan aku berjalan menjauhi sesuatu, yang entah masih ada atau sudah tidak ada lagi.
Hari-hariku pun sudah kulalui dengan santai tanpa sosok yang satu itu.

Sampai suatu hari, karena satu dan lain hal, aku harus kembali.
Dengan ragu mengunjungi kembali tempat lama itu.
Sedikit berharap mendapatkan sesuatu yang berbeda.
Sedikit senyum atau, sedikit tanya tentang kabar.
Yaa seperti biasa, aku mengharapkan sesuatu yang kemungkinannya jauh dari berhasil.

Bukan itu intinya.

Aku kembali, dan terkuak kembali ingatanku tentang masa itu.
Sedikit menyebalkan, karena selangkah saja aku kembali maka rusaklah segalanya.
Terbuka kembali memori yang telah terkubur itu.
Arsip-arsip tentang segalanya yang telah kusimpan rapat-rapat terbongkar lagi.

Kenapa begini?

Bukankah sudah tidak sama lagi?, segala hal yang kurasa kini?
Bukankah sudah ada sosok yang menggantikan bayangnya yang kelabu itu?
Atau aku belum benar-benar berhasil menghapusnya dari hidupku?

Banyak pertanyaan yang entah ada atau tidak jawabannya.

Kamu datang lagi, menguak segala kenangan yang kumiliki sendiri tentang kita.
Kenangan yang mungkin tidak pernah kamu anggap ada.
Kenangan yang mungkin tidak pernah kamu sebut sebagai kenangan.

Aku memutuskan kembali, menjauh dari tempat itu.          
Menutup rapat-rapat hidupku akan kenangan milik sendiri.
Mengubur kembali harap yang sedikit terbongkar lagi.
Menata benteng pertahanan kembali.
Berharap, dapat benar-benar lupa ingatan akan sosokmu.
Sosokmu yang seperti hanya sebuah banyangan.


Salahku kembali tenggelam dalam masa yang telah terlewatkan ituSalahku melibatkan kenangan dalam perjumpaan pertama kita setelah sekian lama itu.

Aku kembali dalam hidupku.
Kamu kembali dalam hidupmu.
Beruntung, kita terbelah oleh jarak yang cukup menjauhkan aku darimu.
Beruntung.

Dan takkan kukenang lagi masa itu, sekalipun aku kembali ke tempat dimana kita pernah bersama.
Semoga kamu baik di sana, dan aku pun baik di sini.

Terimakasih telah menjadikanku bayangan dipertemuan singkat kita lagi.
Tak ada senyum.
Tak ada tanya akan kabar.
Kita berjarak, dan menjadi asing.

Januari 2015
ftrrzkm