Jumat, 28 Agustus 2015

Wanita Paling Bahagia

           Tulisan ini bercerita tentang seorang wanita biasa saja, yang tidak sempurna, dan masih memiliki banyak kekurangan.

Ia selalu bahagia, ia periang, ia selalu tersenyum, ia tidak mudah marah, dan ia tidak menyimpan dendam dalam dirinya. Sekiranya itu yang aku lihat dari dirinya.

Suatu hari kutemukan ia sedang duduk sendirian dibawah pohon yang mengugurkan daunnya. Ia duduk sendirian, tanpa buku, tanpa handphone, tanpa makanan, dan tanpa seseorang yang menemani.

Aku mendekatinya, dan bertanya apa yang sedang dia lakukan.

Dia menjawab “Aku sedang berpikir, berpikir tentang hidup yang ku punya”

Aku diam, memberinya jeda untuk melanjutkan ceritanya.

“Kamu tahu? Mungkin akan terlihat sangat sombong, jika kukatakan aku adalah wanita paling bahagia di dunia ini. Nyatanya memang bukan aku yang paling bahagia, aku hanya mencoba berbahagia atas apa yang aku punya. Orang tua, adik, dan kakakku, teman-teman, sahabat, kekasih, ya kekasih yang mudah-mudahan ia yang akan menjadi suamiku kelak” mukanya tersipu saat menekankan kata kekasih, “lihat, bukankah tidak ada alasan bagiku untuk merasa menjadi wanita paling nelangsa?” tambahnya.

“Kamu pernah merasa tersakiti oleh seseorang? Atau kamu pernah merasa sedih?” tanyaku

“Tentu saja. Aku masih manusia bukan? ya tapi aku tidak akan membiarkan sedihku itu merusak bahagiaku. Jika aku pernah bahagia dengan seseorang, maka aku akan selalu bahagia bersamanya. Atau setidaknya jika ia pergi, aku akan ingat, bahwa aku pernah bahagia bersamanya. Maka jika ia melukai hatiku, aku percaya, ia tidak pernah benar-benar sengaja membuatku terluka”

“Kamu terlalu baik”

“Bukan, aku hanya ingin menjadi wanita yang paling bahagia, dalam sedihku sekalipun. Yaa meski saat ini aku masih belum pandai dalam menata suasana hatiku. Tapi sungguh, aku akan selalu merasa bahagia denganmu. Dengan atau tanpa usahamu membuatku bahagia sayang. Aku pun sedang berusaha, membuatmu merasa menjadi pria yang paling bahagia. Percayalah, saat ini atau nanti”

Ya dialah wanitaku, yang selalu merasa menjadi wanita paling bahagia, dengan apa yang sudah ia punya. Semoga akupun akan menjadi pria paling bahagia bersamanya.

Rabu, 12 Agustus 2015

Menjadi Malam

Menjadi malam
Satu jam
  
Dua jam

Tiga jam

Berlalu begitu saja, tanpa kau sadari.

Malammu kian hitam, malammu kian pekat, dinginnya mulai mengikat.

Menjadi malam
Caraku untuk melindungimu.
Dengan diam, dengan hening, dan beningnya cahaya bintang.
Jinjit kaki mengantarkanku pada lelapmu.
Menyelimuti sebagian atau seluruh tubuhmu, dengan selimut yang gemar menghangatkan.


Menjadi malam
Menatapmu sepuas-puasnya, sampai pagi menjelang.

Menjadi malam
Menghujanimu dengan peluk hangat, sejadi-jadinya.

Menjadi malam
Melindungimu dari siksa mimpi penuh kejahatan.

Menjadi malam untukmu.
Sampai,  menjadi pagi datang memanggil namaku.

Aku yang selalu akan menjadi malammu, pagimu, siangmu, soremu, dan malammu lagi.

Berdua Bersama Hening

Aku tidak bisa melukis, atau menulis.
Untuk sekedar bercerita saja, lidahku terbata-bata membentuk kata.
Aku menangis, di ujung ruang hampa penuh luka.
Aku tidak melihat cahaya sedikit pun, bahkan dari celah jendela rapuh tanpa ampun.


Aku ingin menari, namun tubuhku lebih kaku dari sekedar kerah baju baru.
Aku ingin berlari, namun kaki seakan beku, tak bisa untuk berdiri sekalipun, kaku.
Aku diam, termenung, mencoba berpikir namun tak dapat berpikir.

Seseorang mengajakku bicara, aku hanya diam.
Seseorang mengajakku becanda, aku tidak tertawa.
Bahagiaku seakan lenyap.
Tidak dapat ku jelaskan mengapa ini terjadi.

Hujan di balik jendela.
Menyisakan embun dingin di kaca jendela.
Aku tertawa.                  
Dinginnya seakan mengolok-olok ku.
Dan aku tertawa.
Menertawai kesalahan dan kebodohan yang telah ku cipta sendiri.

Dan kini, ku ditinggalkan sendiri.
Ralat, aku berdua bersama hening.
Tanpa kata, tanpa cerita, tanpa warna dan gambar, tanpa tulisan, tanpa tawa, dan tanpa mu.

Ftrrzkm~
Fiksi ditinggal sendiri.
Kaku mencipta rangkai kata.