Minggu, 24 Juli 2016

Hujan Pernah Menakutkan




Hujan pernah menakutkan.
Dibalik ketenangan tetesan airnya, hujan pernah menjadi sangat mengerikan.
Membuat diri enggan menengoknya, barang sebentar saja.

Hujan di bulan desember.
Di tepi pantai kuta, memandang punggungmu dari ke jauhan.
Hujan pernah menjadi sangat indah saat bersamamu.
Pernah juga membuatku duduk melipat kaki ketakutan dihadapanmu.
Hujan pernah menjebak kita bersama ditengah badainya.
Dan kini, aku meringkuk sendirian menikmati suara-suara hujan dari luar sana.
Tanpa ada kamu, tanpa mencipta kenangan tentang kita lagi.

Mungkin kamu sudah melupakanku, namaku mungkin.
Tidak masalah, setidaknya hujan bulan desember senantiasa menyimpan titik-titik kenangan kita.
Kenangan kita yang kuanggap milik kita bersama, padahal hanya milikku saja.
Hanya aku yang menganggapnya nyata.

Hujan bulan desember, di balik jendela.
Menyisakan butiran-butiran bening di jendela.
Mencipta embun dingin
tubuh gigil, daun dan tanah yang basah.
Semua itu tetap terasa indah, meski tanpamu lagi.

Hujan di bulan desember.
Pernah menyenangkan.
Pernah meretas duka.
Mencipta ketakutan dalam diri.

Sepertinya aku masih menyimpan sedikit untukmu.
Menyimpan harapan.
seperti langit yang berharap pada hujan dan matahari agar mencipta pelangi setelah hujan.
Atau barangkali tidak sama sekali?

Hujan pernah menakutkan.
Berharap kita yang menakutkan, menjadi cerah ceria pada waktunya.


Ftrrzkm