Selasa, 25 November 2014

Surat Blog untuk Guru.

Teruntuk mu, bapak dan ibu guru.

Semoga bapak dan ibu membacanya.

Tepat pada hari guru yang diperingati hari ini, izinkan aku mengungkapkan rasa terimakasih untuk guru-guru ku yang telah silih berganti mengajari ilmu-ilmu pengetahuan kepada ku. Mengisi  setiap kekosongan cangkir penampung ilmu ku ini. Dari hal kecil sampai hal besar yang ku terima tentunya akan sangat berguna bagi ku dan tak akan ada yang sia-sia.

Terhitung sejak taman kanak-kanak,  berarti  sudah 13 tahun aku melalui masa sekolah ku, mengenal siapa-siapa saja yang menjadi guru-guru ku, dan siapa-siapa saja yang mengajari ku mata pelajaran di sekolah. 

Tidak kenal lelah, terus memberikan pembelajaran meski tidak jarang kami (murid-murid mu) tidak mengerti tentang materi yang di ajarkan. Tidak pernah patah semangat menasehati, saat kami (murid-murid mu) mulai kehilangan arah dan bertingkah nakal semau kami. Tampak sangat sederhana profesi sebagai guru, namun besar maknanya bagi pembangunan moral anak bangsa, itu lah makna profesi yang bapak dan ibu guru jalani dimata ku.

Kini aku sedang menjalani sebuah proses untuk menuju kesana, sebuah proses untuk meneruskan perjuangan ibu dan bapak guru untuk mencerdaskan anak bangsa, semoga dapat terwujud dalam beberapa tahun kedepan, aamiin.

Bapak dan ibu guru yang senantiasa membimbing ku, terimakasih telah mengajari ku banyak hal, terimakasih telah membuat ku mau belajar, membuat ku mau berusaha untuk mengkaji ilmu-ilmu yang telah kau tuangkan dalam cangkir ku. Tanpa jasa mu aku tidak akan tau tentang ilmu apa saja yang ada di dunia ini. Mungkin aku akan menjadi buta huruf, buta angka, buta warna, buta ilmu pengetahuan dan sebagainya sehingga akan mudah bagi orang lain untuk membodohi ku.

Bapak dan ibu guru yang tidak pernah mengenal lelah mendidik ku, maaf bila terlalu banyak cela yang ku lontarkan di belakang mu, maaf bila aku terlalu kosong untuk mengerti materi-materi yang kau ajarkan, maaf bila banyak peraturan-peraturan yang ku langgar, dan maaf bila aku terlalu sering tidak menangkap makna baik yang kau lemparkan.

Kini aku akan belajar agar aku bisa menjadii penerus mu yang terbaik. Mendidik siswa-siswi agar semakin lebih baik, menjadi generasi emas penerus bangsa. Aku akan melanjutkan perjuangan bapak dan ibu guru di masa yang akan datang.

Terimakasih tak terkira ku ucapkan dengan tulus atas jasa-jasa semua bapak dan ibu guru yang selama 13 tahun ini silih berganti memberikan pelajaran-pelajaran bagi ku.

Untuk guru-guru ku yang masih tinggal bersama ku di dunia yang fana ini, maupun untuk yang telah pergi lebih dulu.
Semoga kita dapat bertatap muka lagi, sekedar untuk menyapa, atau menjabat tangan mu.
Semoga salah satu diantara bapak dan ibu guru ku selama 13 tahun belakangan ini, ada yang membaca sepucuk surat Blog yang ku rangkai dengan kata yang terbata ini.
Semoga...

SELAMAT HARI GURU untuk guru-guru ku dan para pendidik di seluruh duniaaaa~
Terimakasih atas konstribusinya :) 

Sekian saja.
Tak pandai aku merangkai kata.

Dari seseorang yang pernah menjadi murid mu.
Ftrrzkm..


Aku dan KOMBUN mempersembahkan Surat Blog yang benar-benar ku tulis dari hati untuk guruku, Selamat Hari Guru

Kamis, 20 November 2014

Seperti Daun yang Menguning.

Aku daun kering yang terhempas jatuh ketanah.
Terbawa angin dan terinjak.
Mencipta luka, menimbulkan duka.
Tak apa memang sudah begitu jalannya.

Aku menguning berguguran seketika itu juga.
Ya begitulah.
Tersapu oleh sapu, atau angin yang berhembus.
Ya entahlah, semakin terbiasa saja dengan ini.

Dihadapan mu aku tertawa, menggores lengkungan senyum di wajah.
Entah benar atau tidak.
Yang jelas, apa yang ku miliki saat ini benar adanya.
Tentang makna yang ku miliki atas angin yang menghempaskan ku.

Tergores lagi hati.
Luka lain sisi.
Bertambah setiap harinya, tak terhapus sedikit pun.
Biarkan begini adanya.
Menjadi sebuah pelajaran yang entah akan berguna atau
berdebu seiring berjalannya waktu.

Sekian saja dari aku yang semakin terhempas.

Senin, 10 November 2014

Tetaplah Menatap Lurus ke Depan

Tetaplah menatap lurus ke depan.
Jangan menoleh kemana pun.
Biarkan punggung mu terpajang jelas di hadapan ku.
Biarkan lapangnya punggung mu, ku nikmati meski hanya dari kejauhan.
Maaf bila aku lancang mengamati mu.


Mengamati mu tanpa meminta izin terlebih dahulu.

Aku tidak akan memberikan isyarat apa pun agar kamu mengerti, tidak akan.
Sungguh yang aku ingin hanya berdiam diri ditempat ku, mengamati setiap inci gerakan yang kamu lakukan.
Sudah cukup buat ku.
Tidak perlu kamu tahu ada aku di belakang mu.
Tidak perlu kamu berbalik dan memberi senyum itu.

Ada atau tidak ada aku bagi mu semua sama saja.
Memberi isyarat atau tidak, semua akan tetap sama, tidak akan merubah apapun.
Maka cukup buat ku menikamati bayang mu, punggung mu.
Dan cukup buat ku melihat senyum dan tawa mu meski itu bukan karena ku.

Mungkin bodoh, naif atau terlihat seperti omong kosong.
Tapi aku berusaha merasa cukup dengan itu.
Karena bisa apa aku? jika memang nyatanya hanya itu yang dapat ku miliki.
Berusaha cukup, meski dikenyataannya memang tidak pernah cukup.   


Tetaplah menatap lurus ke depan, sehingga raga mu tetap terpampang jelas dihadapan ku.
Dan banyang mu bisa ku simpan rapat-rapat dalam mata ku.


kau membelakangi ku, ku nikmati bayang mu~
dee-Hanya Isyarat.

ftrrzkm.
5/11/2014.
masih bersama hening..

Rabu, 05 November 2014

Seperdelapan dari Satu.

dokumentasi by: ftrrzkm
Bukan setengah, atau seperempat, tapi seperdelapan.
Utuhmu yang bisa kumiliki hanya seperdelapannya.
Semoga saja tidak dibagi dua lagi menjadi setengah dari seperdelapan yang kumiliki.
Hitungan matematika memang rumit, serumit aku memaknai apa yang sedang terjadi.

Aku yang lagi-lagi malah menutup mata, menutup telinga.
Bersikap seakan tidak tahu apa-apa.
Tidak mau melihat fakta nyata.
Tidak mau mendengar fakta yang ada.
Mungkin egois, ya memang egois.
Tapi aku hanya ingin memiliki seperdelapan dari satu yang dimilikinya.
Sedikit saja, tidak bisa kah?

Aku pun sudah merasa cukup dengan apa yang ada sekarang.
Meski kenyataannya hanya menimbulkan banyak luka disisi hati sana-sini.

Tolong jangan larang, setidaknya untuk saat ini.
Nanti saat aku sadar dari bunga tidur yang terangkai, mungkin aku yang akan melepaskan seperdelapan yang kumiliki itu.
Untuk saat ini aku ingin membiarkan diri tenggelam dalam bunga tidur yang kupunya.
Kenyataan yang seperti bunga tidur tepatnya.
Manis, n

amun ternyata hanya mimpi saja.

Sederlapan darimu sudah cukup, menatap punggungmu saja sudah terasa bahagia buatku.
Sesederhana itu, mohon dimengerti, terimakasih.
Untuk jauhmu yang ingin kurengkuh seperdelapannya.

Ftrrzkm..

Bersama sunyi dan bisunya dinding kamar.