Rabu, 22 April 2015

Senyum, Tawa, Sedih, dan Tangismu. Aku Ingin Hadir

               Ini pertama kalinya aku melihatnya serapuh itu. Menangis sejadi-jadinya, menahan rasa sakit luar biasa yang dialaminya. Melihatnya seperti itu membuatku seakan ingin melindunginya, sungguh baru kali ini aku melihat sisi kekanak-kanakannya. Menangis seperti seorang anak kecil yang terjatuh dari sepeda. Aku memang tidak tahu seberapa  besar rasa sakit yang ia alami, namun aku berusaha memahami  sedikit demi sedikit rasa sakit yang ia rasakan, dan membantu sebisa tanganku menggapainya.

                Katanya dadanya sesak, nafasnya terhimpit. Aku berpikir itu karna ia sering begadang akhir-akhir ini, dan aku mengira itu akan sesaat saja, namun ternyata itu berlangsung lama. Tanganku meraih punggungnya mengusap-usap punggung dan pundaknya, berharap ada sedikit rasa lega di hela nafasnya, namun nyatanya tidak memberikan efek apapun.

“Jangan nangis, nanti makin sesek nafasnya” ujarku sambil mengusap-usap punggungnya.

Ia semakin menangis, lebih banyak air matanya yang luruh dibandingkan sebelumnya. Aku diam, dia diam. Aku menunggunya berhenti menangis.

***

Ia berhenti menangis, perlahan-lahan ia tersenyum, aku membalas senyumnya.

“Makasih ya” ujarnya tersenyum kecil.

“Sama-sama” refleks aku mengeluarkan kata-kata itu, padahal aku masih bingung “terimaksih” untuk apa, aku merasa tidak melakukan apapun.

Hujan dalam dirinya sudah berhenti. Namun hujan dari langit masih mengguyur bumi, tidak masalah, selama tetes air mata nya sudah berhenti membasahi pipi

Sudah tidak usah ragu, jika ingin menangis, maka menangislah dihadapan ku. Aku akan selalu ada, sekedar untuk menemani atau menghapus air mata mu. Lebih hebat lagi jika aku mampu membuat lengkung senyum mu kembali terpancar. Aku selalu ada, sadar atau tanpa sadar mu.


Akhirnya aku dan dia saling bertukar senyum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar