Jumat, 08 Mei 2015

Di Balik Lensa kamera


Di balik lensa kamera ini, ada aku yang senantiasa mengawasi gerak-gerik mu.
Mengamati setiap inci gerakan yang kamu ciptakan.
Dan lagi-lagi rasa kagum itu kembali membuncah.
Kamu dengan gerakan tenang mu sungguh menghipnotis,
sayang aku hanya dapat mengamati mu dalam diam.
Bukan aku ingin menjadi lelaki pengecut, dengan memendam rasa seperti ini.
Aku hanya tidak ingin merusak ceria itu.
Teman ku selalu menyarankan aku untuk melakukan pendekatan pada mu,
namun tidak semudah itu.
Karna yang tahu soal kamu itu aku,
bukan teman-teman ku.

“udah lama nunggunya?”
“Enggak kok sayang”


Mereka tidak tahu apa-apa, mereka tidak tahu bahwa kamu Sudah milik orang lain.

***

“Apa sih yang kamu suka dari Jakarta, sampe kamu betah banget tinggal di Jakarta yang menurut ku     sumpek begini?”
“Nanti malem ada acara? Aku tunggu kamu di jembatan penyebrangan di depan kampus ya”

Telfon ku matikan, ini untuk kesekian kalinya ia mempertanyakan hal yang sama, dan kali ini aku ingin menunjukan padanya bahwa semua tidak seburuk yang ia pikirkan.

“Jadi ada apa diatas jembatan ini Hanum?”
“Kamu mau tau keindahan tersembunyi dari Jakarta kan? Kalo dilihat pakai mata telanjang mungkin     biasa aja ya, coba kamu lihat potretnya pakai kamera ini”
“Kerlap-kerlip”
“Masih banyak yang indah dari ini percayalah Sarah”

***

Aku tidak menyangka. Belasan tahun aku bersamanya membangun rumah tangga dengan penuh cinta, namun ternyata harus berakhir dengan perceraian, karna sebuah ke salah pahaman.

Pagi ini aku masih berhadapan dengannya di meja makan. Wajahnya masih keras penuh amarah.

“Yakin kamu mau menyudahi ini semua, bagaimana dengan anak-anak?”

Dia diam

“Coba kamu pikirkan lagi, ini bukan masalah sebulan dua bulan”

Aku menyerahkan setumpuk album foto, aku membukakan satu halaman foto saat anak pertama kami lahir.

“Lihat kan? Ini masih bisa diselesaikan dengan baik”

Dia menangis, berdiri dari kursinya menghampiri ku memeluk ku erat.

“Maaf”
“Potret dari lensa kamera menyelamatkan kita”

***

Indonesia itu indah, bahkan tempat sesumpek Jakarta pun akan terlihat indah jika di hayati.

“Libur tahun baru ini mau kemana? Mau ku antar ke suatu tempat kamu bisa menyalurkan hobi foto     mu?”
“Kamu selalu begitu, selalu menemani ku setiap akhir tahun, memang kamu tidak ada acara dengan     anak istri mu?”
“Jawab saja, mau ku temani atau tidak?”
“Kali ini tidak, aku tidak ingin merusak kebahagiaan keluarga kecil mu”
“Sejak kapan kamu menolak karna alasan itu?”
“Sejak aku sadar kita harus berhenti. Belajarlah mencintai keluarga mu Danu”

Danu akhirnya menyerah, kita saling berjarak, dan aku mulai mencipta potret Indonesia tanpanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar