Mengamati setiap inci gerakan yang kamu ciptakan.
Dan lagi-lagi
rasa kagum itu kembali membuncah.
Kamu dengan gerakan tenang mu sungguh
menghipnotis,
sayang aku hanya dapat mengamati mu dalam diam.
Bukan aku ingin
menjadi lelaki pengecut, dengan memendam rasa seperti ini.
Aku hanya tidak
ingin merusak ceria itu.
Teman ku selalu menyarankan aku untuk melakukan pendekatan
pada mu,
namun tidak semudah itu.
Karna yang tahu soal kamu itu aku,
bukan
teman-teman ku.
“udah lama nunggunya?”
“Enggak kok sayang”
Mereka tidak tahu apa-apa, mereka tidak tahu bahwa kamu
Sudah milik orang lain.
***
“Apa sih yang kamu suka dari Jakarta, sampe kamu betah banget
tinggal di Jakarta yang menurut ku sumpek begini?”
“Nanti malem ada acara? Aku tunggu kamu di jembatan
penyebrangan di depan kampus ya”
Telfon ku matikan, ini untuk kesekian kalinya ia
mempertanyakan hal yang sama, dan kali ini aku ingin menunjukan padanya bahwa
semua tidak seburuk yang ia pikirkan.
“Jadi ada apa diatas jembatan ini Hanum?”
“Kamu mau tau keindahan tersembunyi dari Jakarta kan? Kalo
dilihat pakai mata telanjang mungkin biasa aja ya, coba kamu lihat potretnya
pakai kamera ini”
“Kerlap-kerlip”
“Masih banyak yang indah dari ini percayalah Sarah”
***
Aku tidak menyangka. Belasan tahun aku bersamanya membangun
rumah tangga dengan penuh cinta, namun ternyata harus berakhir dengan
perceraian, karna sebuah ke salah pahaman.
“Yakin kamu mau menyudahi ini semua, bagaimana dengan
anak-anak?”
Dia diam
“Coba kamu pikirkan lagi, ini bukan masalah sebulan dua
bulan”
Aku menyerahkan setumpuk album foto, aku membukakan satu
halaman foto saat anak pertama kami lahir.
“Lihat kan? Ini masih bisa diselesaikan dengan baik”
Dia menangis, berdiri dari kursinya menghampiri ku memeluk
ku erat.
“Maaf”
“Potret dari lensa kamera menyelamatkan kita”
***
Indonesia itu indah, bahkan tempat sesumpek Jakarta pun akan
terlihat indah jika di hayati.
“Libur tahun baru ini mau kemana? Mau ku antar ke suatu
tempat kamu bisa menyalurkan hobi foto mu?”
“Kamu selalu begitu, selalu menemani ku setiap akhir tahun,
memang kamu tidak ada acara dengan anak istri mu?”
“Jawab saja, mau ku temani atau tidak?”
“Kali ini tidak, aku tidak ingin merusak kebahagiaan
keluarga kecil mu”
“Sejak kapan kamu menolak karna alasan itu?”
“Sejak aku sadar kita harus berhenti. Belajarlah mencintai
keluarga mu Danu”
Danu akhirnya menyerah, kita saling berjarak, dan aku mulai
mencipta potret Indonesia tanpanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar