Kamu tahu?
Meski pun sudah sering merasa sakit karenanya
aku tetap menyukainya, tetap menikmati sore hariku
bersamanya.
Ya dia yang selalu
membuat perutku sakit melilit
terkadang mual, dan mulas, atau kembung.
Ya, kamu benar tentangnya.
Dia adalah secangkir kopi yang sudah diracik oleh tangan
pabrik
yang untuk menghidangkannya tak perlu waktu lama
harum, dengan kombinasi pahit-manis yang menyenangkan juga
menyegarkan.
Mungkin, tidak bisa lebih dari dua gelas dalam seminggu
mungkin juga bisa lebih dari itu
entahlah, semuanya hanya terkaan semata.
Terkaan berdasar pengalaman selama ini
setiap cangkir ketiga selesai
sakit itu selalu datang
tentu tanpa kenal apa yang akan, atau yang sedang kukerjakan.
Ingatanku kembali mejamah memori masalalu tentang kopi dalam
cangkir.
Cerita Pertama
Kelas Satu SMA
Saat itu ujian tengah semester tengah berlangsung, aku yang
esok harinya akan menghadapi matematika merasa butuh kopi. Itu bukanlah cangkir
pertamaku dalam pekan ujian tersebut, melainkan cangkir ketiga di hari ketiga. Aku
meneguknya di sore hari, tanpa berpikir apa yang sebelumnya kumasukan untuk
mengisi perut. Alhasil? Malam harinya aku mual, dan muntah, sama sekali tidak
ada konsentrasi dalam kepalaku untuk mengulik matematika. Keesokan harinya aku
lemas dan sempurna sakit dalam menghadapi ujian.
Cerita Kedua
Kuliah Semester Tiga (1)
Tidak ada ujian yang akan dihadapi seperti sebelumnya, hanya
tugas-tugas ringan. Berawal dari kakakku yang menawarkan untuk membuat
secangkir kopi, aku tidak langsung mengiyakan tawarannya, dan akhirnya ku
iyakan juga tawarannya. Ketika itu bukan secangkir kopi untuk menemani santai
di sore hari, melainkan secangkir kopi yang kuharapkan dapat menghangatkan
malamku. Ketika kopi itu sedang diseduh dengan sederhana, saat itu juga aku
diserang kantuk, kemudia kurebahkan tubuhku sejenak diatas kasur, namun
ternyata bunga tidur mendatangiku dengan cepat, aku pun terlelap sementara
secangkir kopi sudah mengepul asapnya diatas meja. Aku pun terbangun dan
teringan akan secangkir kopi itu, kopi yang sudah tidak lagi hangat. Setelah menghabiskannya,
ternyata kantukku masih ada, lalu aku terlela lagi. Kopi yang belum sepenuhnya
selesai diproses oleh lambung, kubawanya bersama tidurku. Kemudian apa yang
terjadi? Keesokan harinya sempurna aku mulas, dan muntah.
Cerita Ketiga
Kuliah Semester Tiga (2)
Berbeda dengan kejadian sebelumnya, kejadian ini terjadi saat
aku berada jauh dari rumah. Saat itu aku sedang dikejar banyak deadline tugas kuliah, tentunya ketika
aku menjalani aktivitas perkuliahan aku akan berada di kostku. Ketika aku
berada di kost, aku tidak dapat membuat secangkir kopi, karena tidak ada kompor
dan stok kopi. Karena aku yang
dikejar deadline, malam itu aku ingin
bergadang untuk menyelesaikan semuanya. Aku yang merasa tidak dapat membuka
mataku sampai tiba dini hari, merasa butuh kopi untuk menemani, akhirnya kubeli
kopi kemasan siap minum di warung. Sampai di kost, sebelum aku membuka
tugas-tugaku, kubuka terlebih dahulu kopi kemasan tersebut, kuminum dan aku
tidak menyukai rasanya yang dominan susu. Terpaksa kuhabiskan, namun kantuk
tetap saja datang, akhirnya aku ketiduran dengan kopi aneh yang belum
benar-benar dicerna oleh lambungku. Keesokan harinya, seperti yang sudah-sudah
perutku mual ditambah melilit kali ini, namun tanpa ada cairan yang keluar dari
mulutku (muntah).
Cerita Keempat
Semasa Menjadi MABA (Mahasiswa Baru)
Sedikit berjalan mundur, kuceritakan semangatku semasa
menjadi mahasiswa baru. Tugas untuk memenuhi syarat OSPEK, atau yang kampusku sebut
MPA (Masa Pengenalan Akademik) begitu banyak diberikan. Salah satu yang paling
sulit adalah membuat esai, mengapa kukatakan sulit? Karena saat itu pelangi inspirasi
sedang menjauh dari kepalaku. Salah satu usaha yang kulakukan untuk
mengembalikan pelangi inspirasi itu adalah, membuat secangkir kopi untuk
menemani. Sebelum kubuat secangkir kopi itu, aku membuat sebuah kicauan di twitter yang berkaitan dengan kopi dan
esai yang akan kubuat. Selesainya aku membuat kopi tersebut, dia yang baru
kukenal lewat media sosial yang sama, merespon kicauanku, dan akhirnya kita
saling berbalas kicauan dengan topik kopi. Sejak saat itu kami semakin dekat,
kurasa.
Cerita Kelima
Kuliah Semester Satu
Sore hari itu aku bertemu dengannya, sore hari yang teduh dan
menyenangkan. Dia yang aku maksudkan disini masih sama dengan dia yang ada di
cerita sebelumnya. Sore hari yang teduh dan menyenangkan itu membawa kami
menuju sebuah kantin yang siang harinya sudah kukunjungi terlebih dahulu
bersama teman-temanku. Aku mengenalkan kantin itu padanya, untuk memenuhi rasa
laparnya. Semua berawal dari rasa penasaran kami atas perbedaan darii dua macam
minuman kopi yang tercantum dalam menunya, capucino
dan moccacino. Akhirnya aku
memesan capucino, dan dia memesan moccacino. Meski kami sudah memesan kopi
yang berbeda, tetap saja kami tidak dapat membedakan kedua jenis kopi tersebut,
meskipun begitu sore yang teduh itu tetap berakhir dengan menyenangkan dan
ditutup dengan tawa kami berdua. Dan sejak saat itu kami semakin dekat saja,
kurasa.
Selalu begitu.
Dengannya kopi mungkin menjadi tidak masalah bagiku.
Tidak ada efek yang terasa ketika aku menikmati kopi
bersamanya, ataupun bersama perbincangan kami melalui dunia maya sekalipun.
Siapa yang ajaib?
Sepertinya dia
dia yang memiliki julukan untukku
"The Coffee Lady"
Apa pun efek yang diberikan cairan kecoklatan, hitam, atau
putih bernama kopi itu
aku akan tetap menikmatinya.
Bersamanya disampingku, atau saat duduk sendirian sekali pun
menunggu jawabannya atas pesanku.
Kopiku
Kamu
Sejuta cerita
Ftrrzkm.
 |
Cangkir pertama minggu ini |
 |
Cangkir kedua minggu ini |