Halo aku datang bersama surat ini sebagai seorang yang
bahkan tidak luput dari dosa. Seseorang yang tentunya tidak suci seperti bayi
yang masih seperti kertas putih tanpa dosa. Seseorang yang masih gamang akankah
aku masuk dalam surga-Nya?, namun aku tidak pernah berhenti berharap dan terus
berusaha untuk meraih surga-Nya, lagi-lagi ku katakan aku bukan orang yang
bersih tanpa dosa.
Aku menulis ini dalam keadaan sangat tenang, tidak pernah
sekalipun ku khususkan tulisan ini untuk seseorang atau siapapun, tidak pernah.
Aku hanya menyalurkan apa yang aku pikirkan. Jika terjadi kesalahan, ku harap
dapat di maklumi atau di koreksi, karna lagi-lagi aku bukan makhluk paling
sempurna, aku hanya manusia yang tidak luput dari dosa.
Aku menuliskan ini dalam keadaan tidak sabar, khawatir semua
yang ada di kepala ku lari entah kemana. Sampai-sampai aku tidak sabar menanti loading yang dilakukan dalam memproses
hidupnya laptop ku.
Ini tentang kita, manusia yang semuanya tidak ada yang
sempurna. Terus-terusan berusaha meraih Ridho-Nya, meraih ampunannya, atas
dosa-dosa yang diperbuat. Tidak ada manusia yang bersih tanpa dosa, ada saja
kesalahan-kesalahan yang dilakukannya. Baik kesalahan yang dilakukannya dalam
hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, atau pun manusia dengan
dirinya sendiri.
Yang membuatnya berbeda adalah, pilihan hidup yang diambil. Apakah
ia akan terus berada di satu titik yang sama? Atau ia akan berjalan, berproses
membentuk garis mencoba memperbaiki diri?. Tidak apa perubahan diri itu
berjalan tidak cepat, karna semuanya pun membutuhkan proses. Mie instan saja
yang disebut “instan” masih membutuhkan proses ya kan?
Aku
percaya Allah maha pemaaf, Allah memaafkan umatnya yang ingin berubah dan
bertaubat atas dosa-dosanya. Lantas mengapa kita umatnya yang bukan apa-apa ini
sering kali enggan memaafkan sesama atas apa yang kesalahan yang diperbuatnya.
Mungkin kesalahan yang teramat sangat yang membuat mu, aku,
atau kita menjadi enggan memaafkan, menjadi sangat marah, atau bahkan sampai
membenci. Lantas dengan alasan itukah kita boleh mencacinya atas kesalahan yang
diperbuat?, sungguh hal itu sesungguhnya tidak pantas. Terselip sebuah
pertanyaan, dibayar berapakah kamu untuk membenci orang lain? Apakah hasil yang
kamu dapatkan dari membenci orang lain? Memaki orang lain?, hanya akan
mengotori hati lebih dalam lagi.
Aku menulis ini agar dapat mengingatkan ku, bahwa
sesungguhnya manusia bukan apa-apa untuk tidak memaafkan orang lain.
Mungkin tidak saat ini kamu, aku, atau kita memaafkan
kesalahan orang yang telah menyakiti kita. Mungkin nanti, mungkin butuh waktu
yang lama. Menurutku cepat atau lambatnya kita memaafkan kesalahan orang lain
tergantung bagaimana kita bisa memberi ruang dalam hati, sedikit celah dalam
hati saja untuk ikhlas. Untuk merelakan.
Satu kutipan dari buku kesukaan ku Rectoverso yang dapat melapangkan hati disaat tersakiti, “Tenerima,
menyangkal, dan menolak cuma bikin lelah”, ya menyimpan bongkahan kebencian
hanya akan membuat hati lelah, dan langkah menjadi terasa berat.
Ku sudahi saja semua ini, semoga dapat berkenan di hati para
pembaca secarik surat elektronik atau apalah namanya. Manusi tidak pernah lepas
dari dosa, yang membedakan hanya membiarkan dosa itu berlarut atau bangkit
untuk memperbaiki segalanya.
Dengan penuh ketengangan.
Ftrrzkm-
gue lagi mikir dosa dengan dirinya sendiri itu gimana ya?
BalasHapusMendzalimi diri sendiri. Melukai diri sendiri.. itu sih menurut saya dan yang saya tau.
BalasHapus