“Aku tidak pernah merasa sesedih ini” katanya, “sedih tanpa
alasan, lebih terasa menyesakan dibandingkan dengan sedih yang disertai berjuta
alasan. Aku menangis setiap hari, tanpa tahu apa yang sebenarnya ku tangisi”
tambahnya lagi.
Aku masih setia mendengarkan keluh kesah mengenai kesedihan
tanpa sebabnya. Aku hanya diam, karna aku tidak benar-benar tahu apa yang
sebenarnya ia rasakan.
"Aku memeluk diriku sendiri, setiap hari" katanya
“Kenapa?” kali ini aku bersuara
“Karena tidak ada yang mengerti, mungkin karna aku yang
menyulitkan orang lain untuk mengerti diriku”
Aku merentangkan kedua tanganku, berusaha merengkuhnya. Setidaknya
meskipun aku tidak benar-benar mengerti kondisinya saat ini, aku bisa menambah
jumlah pelukan yang ia terima, memberikan ketenangan bahwa ia tidak sendiri,
dan tidak perlu sampai memeluk dirinya sendiri jika butuh sebuah pelukan,
karena aku ada.
“Kamu masih ingin menangis?” tanyaku, “menangislah sampai
lelah dalam pelukku ini. Semoga dengan cara ini besok dan selanjutnya tidak ada
lagi tangisan tanpa sebabmu. Jangan pernah merasa menjadi orang yang paling
nelangsa dalam hidup”
Menangislah ia sejadi-jadinya. Dalam pelukku, aku berusaha memeluknya dengan kedua tanganku yang
sebenarnya tidak benar-benar ada. Dan berusaha menenangkannya dengan nasihatku,
yang sebenarnya ia tidak benar-benar bisa mendengar suaraku. Karena aku benda mati.
Karena aku.
Guling di kamarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar